Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi mengklarifikasi kabar yang menyebutkan proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) anggaran 2011-2012 dikuasai partai Golkar dan Demokrat.
Ketua Majelis Hakim Tipikor Jhon Halasan Butarbutar memperoleh informasi bahwa pemilik proyek e-KTP adalah warna ‘kuning’ dan ‘biru’. Hakim menduga istilah ‘kuning’ merupakan Golkar dan ‘biru’ adalah Demokrat.
“Satu hal yang ini saya tanyakan, ada istilah yang mengatakan proyek e-KTP itu adalah milik Golkar dan Demokrat. Bayangan saya, yang namanya DPR itu semua partai,” ujar Ketua Majelis Hakim Tipikor Jhon Halasan Butarbutar dalam sidang lanjutan proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (23/3).
Dua mantan Wakil Ketua Komisi II DPR Taufiq Effendi dan Teguh Juwarno yang hadir sebagai saksi dalam sidang hari ini, menyatakan tidak memahami isu yang dilontarkan ketua majelis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Teguh menyatakan, tidak pernah mendengar istilah tersebut. Ia berkata, proyek e-KTP merupakan proyek yang dimiliki oleh pemerintah.
“Sama sekali tidak pernah mendengan Yang Mulai. Saya kira itu proyek negara,” ujar Teguh menanggapi hal tersebut.
Meski menampik memahami, politisi PAN itu menilai, istilah warna tersebut terkait dengan partai yang memenangi pemilu saat itu. Ia berkata, Golkar dan Demokrat memiliki komposisi terbesar di DPR.
“Kalau secara proporsional saat itu pemenang pemilunya Partai Demokrat paling besar, baru kemudian Golkar, dan PDIP. Kami (PAN) yang kesekian,” ujarnya.
Senada dengan rekannya di DPR, Taufiq yang merupakan anggota Fraksi Demokrat juga mengaku tidak pernah mendengar istilah tersebut. Ia berkata, sejak awal duduk di Komisi II tidak pernah mendengar hal tersebut.
“Tidak ada (istilah proyek milik kuning dan biru). Benar tidak ada,” ujar Taufiq usai persidangan.
Dalam berkas dakwaan atas terdakwa dua mantan pejabat Kemdagri, yaitu Irman dan Sugiharto disebutkan bahwa Golkar dan Demokrat menerima fee korupsi proyek e-KTP sebesar Rp150 miliar. Partai lain yang diduga juga menerima fee, yaitu PDIP (Rp20 miliar) dan sejumlah partai di DPR yang nilainya mencapai Rp80 miliar.
Fee korupsi tersebut diketahui diberikan oleh pengusaha swasta Andi Agustinus alias Andi Narogong sekitar akhir Februari 2011. Informasi pemberian fee tersebut juga diketahui oleh Irman dan Sugiharto.