Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto, enggan menanggapi suara dari generasi muda yang mendesak digelarnya musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) akibat kasus dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).
Ia mengklaim tak ada masalah internal partai yang dipimpinnya itu. "Tidak ada masalah itu," kata Setya Novanto singkat menjawab pertanyaan awak media di rumah Agung Laksono, Jakarta Timur, Minggu (26/3).
Sejumlah kader muda Golkar seperti Ahmad Doli Kurnia, Sirajuddin Abdul Wahab, Indra J Piliang, Oheo Sinapoy, Lampuan Sinaga, sebelumnya menilai kasus korupsi e-KTP tidak menguntungkan Golkar.
Pasalnya dalam dakwaan, nama Setya disebut sebagai salah satu politikus yang menerima uang. Atas dasar itu, kader muda Golkar berharap digelar Munaslub.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Langkahnya, kami ingin ada kejelasan pemisahan persoalan partai dan persoalan pribadi. Apabila proses pengadilan KPK berlangsung, nanti kami akan minta ke semua
stakeholder Partai Golkar, akan kami imbau untuk melaksanakan Munaslub sehingga ke depannya Partai Golkar siap menghadapi," ujar Sirajuddin seperti dikutip Detikcom, Jumat (24/3).
Sementara itu, Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono menilai permintaan kader muda untuk penyelenggaraan Munaslub tidak berdasar, baik secara AD/ART maupun secara hukum. "Kami tetap menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah, harus dijunjung tinggi," kata Agung.
Agung berpendapat, permintaan Munaslub telah keliru lantaran secara tidak langsung telah memvonis Setya bersalah dalam kasus e-KTP, meski belum ada keputusan pengadilan. "Ini proses peradilan sedang berjalan, berikan waktu," ujarnya.
Dia pun meminta agar generasi muda Golkar tidak melakukan langkah-langkah yang kontraproduktif dan menimbulkan perpecahan melalui hembusan isu Munaslub.
Sedangkan, Wakil Ketua Dewan Pakar Golkar Mahyudin juga menilai bahwa saat ini tidak ada persyaratan yang dapat dipenuhi untuk Munaslub. Selain itu, Mahyudin mengklaim tak ada kader yang menginginkan Munaslub dilangsungkan.
Apalagi, kata dia, Golkar juga pernah mengalami kondisi serupa saat mantan Ketua Umum Golkar Akbar Tandjung, menjadi tersangka kasus Bulog Gate.
"Waktu itu kasus Bulog Gate, Pak Akbar sempat masuk tahanan, sempat didakwa bersalah, dulu tidak ada terpikir Munaslub, apalagi sekarang kan masih jauhlah," kata Mahyudin.
Mahyudin pun menyarankan agar para pihak yang menghembuskan isu Munaslub diberi sanksi tegas oleh DPP Partai Golkar. Hal ini untuk menghindari tindakan memecah-belah partai.
"DPP harus tegas, harus berikan sanksi, jangan dibiarkan. Saya lebih setuju itu diberi sanksi. Sanksi itu kan bisa berupa teguran, berupa pemberhentian," kata Wakil Ketua MPR ini.