Tak Awas Rehabilitasi, Tambang Batubara Ancam Lingkungan

Panji Sasongko | CNN Indonesia
Minggu, 07 Mei 2017 21:53 WIB
Perusahaan tambang batubara dinilai Jatam tak awas dengan rehabilitasi sumber air dan lahan. Akibatnya, keberadaan tambang ancam kelestarian lingkungan.
Ilustrasi penambangan yang mengganggu kelestarian tanah dan air (dok. CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) bekerjasama dengan LSM asal Amerika Serikat, Waterkeeper Alliance menyatakan, pertambangan batubara di sejumlah kawasan di Indonesia berpotensi menggangu ketahanan pangan. Hal ini disebabkan oleh tingginya penggunaan lahan pertanian untuk pertambangan. Selain itu, perusahaan juga dianggap tidak bertanggung jawab terkait sumber air dan rehabilitasi lahan.

Koodinator nasional JATAM, Merah Johansyah mengatakan, empat juta hektare lahan di Indonesia telah diubah menjadi tambang batubara. Perubahan itu berdampak pada rusaknya tanah dan hilangnya ketersediaan air untuk kepentingan pertanian dan perikanan.

"Penambangan bebas merusak potensi produksi pangan suatu lahan yang didudukinya. Hal tersebut bisa membuat darurat pangan," ujar Merah dalam keterangan pers di Jakarta, Minggu (7/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Merah menuturkan, sebagian besar perusahaan batubara tidak patuh pada peraturan untuk melakukan rehabilitasi lahan pasca tambang. Banyak lahan tambang ditinggalkan begitu saja hingga membuat sumber air menjadi rusak dan tidak dapat digunakan untuk produksi pangan.

Ketidakpatuhan perusahaan itu, kata Merah, disebabkan oleh sabotase. Ia menilai, pemerintah sangat berpihak kepada perusahaan karena tidak mengeluarkan kebijakan yang jelas dan sanksi yang tegas bagi perusahaan.

"Saat ini telah terjadi sabotase. Bukan hanya koorporasi, melainkan penerintah juga. Jadi harus ada revolusi tata guna lahan," ujarnya.

Lebih lanjut, Merah membeberkan, konsesi tambang batubara meliputi 19 persen dari 44 juta hektare lahan produksi beras yang telah dipetakan. Sebanyak 23 persen dari lahan yang telah diidentifikasi memiliki potensi bagi produksi beras.

Berdasarkan data, konsesi batubara telah diberikan bagi 23 provinsi di Indonesia, yakni seperti Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.



"Pertambangan batubara dan eksplorasi batubara merupakan alokasi lahan terbesar di Indonesia yang mencakup hampir 17,5 juta hektare," ujarnya.

Juru kampanye energi internasional Waterkeeper Alliance, Paul Winn mengatakan, hasil kajian memperkirakan 1,7 juta ton beras per tahun hilang akibat pertambangan batubara dan 6 juta ton produksi beras di lahan pertanian yang ada terancam oleh keberadaan tambang batubara.

"Indonesia kini menghadapi berbagai konflik seputar kebijakan tata guna tanah yang dapat mempengaruhi kemampuan negara memberi makan penduduknya yang kian tumbuh," ujar Paul.

Paul menjelaskan, berkurangnya produksi pangan disebabkan oleh kerusakan kualitas tanah dan air di sekitar lokasi tambang. Ia berkata, permbangan batubara membuat tanah menjadi tandus, polusi air, dan habisnya air tanah.

Dalam penelitiannya di beberapa lokasi tambang, Paul menyebut, 15 dari 17 sampel air yang diambil di tambang batubara dan irigasi sekeliling tambang memiliki kandungan logam berat. Uji sampel yang dilakukan di sebuah laboratium di Bogor itu menyebutkan, air di dalam tambang dan sekitanya mengandung konsentrasi alumunium, besi, dan mangan.



"Akibat dari itu, panen beras menurun hingga 50 persen dan produksi ikan menurun 80 persen," ujarnya.

Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, Paul menyarankan, pemerintah Indonesia untuk segera membuat peraturan soal kualitas air yang diperbolehkan untuk pertanian. Ia juga meminta, pemerintah serius mengawasi dan bertindak tegas kepada perusahaan batubara.

"Yang terpenting, cabut izin konsesi yang mengganggu produksi pangan di Indonesia," ujar Paul. (eks)
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER