ORI Temukan Maladministrasi Penggerebekan Beras Maknyuss

CNN Indonesia
Kamis, 27 Jul 2017 18:45 WIB
Ombudsman Republik Indonesia menilai informasi yang simpang siur dalam penggerebekan gudang beras Maknyuss menunjukkan kepolisian belum punya data yang jelas.
Ombudsman menilai informasi yang simpang siur dalam penggerebekan gudang beras Maknyuss menunjukkan kepolisian belum punya data yang jelas. (ANTARA FOTO/Risky Andrianto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ombudsman Republik Indonesia tengah mendalami adanya potensi maladministrasi atau pelanggaran hukum dan etika dalam proses administrasi pada kasus penggrebekan gudang beras PT Indo Beras Unggul, di Bekasi, Jawa Barat, pada Kamis (20/7) lalu.

Anggota Ombudsman Ahmad Alamsyah Saragih mengatakan, informasi yang simpang siur dalam penggerebekan gudang beras ini menunjukkan bahwa aparat kepolisian belum punya data yang jelas. Sehingga dasar hukum dari proses penggrebekan dianggap lemah.

"Hal itu yang akan kami periksa. Untuk memastikan apakah distribusi informasi kepada aparat penegak hukum, dalam hal ini Kapolri itu valid atau tidak, sesat atau tidak," kata Ahmad di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, pada Kamis (27/7).

Awalnya, Satuan Tugas Pengendalian Pangan menyatakan PT IBU telah membeli gabah kering panen seharga Rp 4.900 per kilogram dari petani. Harga tersebut dianggap lebih tinggi sehingga ada dugaan monopoli yang dilakukan oleh PT IBU. Sebab, praktik tersebut dianggap menutup peluang usaha pihak lain.

Terkait itu, Ahmad menyatakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah menganulir dugaan monopoli tersebut. Lagipula, pangsa pasar dari PT IBU tidak berdampak signifikan hingga dapat dikategorikan sebagai monopoli.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"KPPU telah menganulir informasi tersebut, belum ada indikasi soal monopoli," katanya.

Selain itu, lanjut dia, polisi mengklaim perusahaan telah memalsukan tabel kandungan gizi. Sementara menurut Ahmad, hal tersebut harusnya menjadi wewenang dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mengecek. Tapi BPOM tidak tergabung dalam tim Satgas Pangan.

Selain itu, Satgas Pangan menggunakan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 47 Tahun 2017 untuk melakukan penindakan. Padahal permen ini ditetapkan dua hari sebelum penggerebekan.

Permen ini merupakan perubahan atas Permendag Nomor 27 Tahun 2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Penjualan di Konsumen.

"Jadi, kami akan lakukan regulatory review terkait dengan penetapan harga dan beberapa regulasi lainnya. Untuk memastikan bahwa regulasi tersebut dikeluarkan sesuai dengan tujuannya. Bukan hasil cacat prematur, apalagi demi kepentingan sepintas," kata Ahmad.
Ia juga menyoroti proses kerja Satgas Pangan dan akurasi informasi yang diterima satgas dari lintas instansi tersebut. Menurutnya informasi terkait hal-hal yang disangkakan dan diusut semestinya diperjelas terlebih dulu.

"Satgas harus memberi informasi sesuai tugasnya. Kami juga harus cek apakah ada kepentingan-kepentingan tertentu yang menyangkutpautkan Satgas Pangan untuk kepentingannya sendiri," ujarnya.

Sejauh ini, pihak kepolisian telah memeriksa 17 orang saksi dalam kasus yang disebut merugikan negara hingga triliunan rupiah ini.

Mereka yang diperiksa berasal dari berbagai kalangan, antara lain pegawai PT Indo Beras Unggul, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, hingga pihak pengusaha modern retail.

Namun, meskipun telah menyegel gudang beras dan memeriksa saksi, penyidik belum menetapkan tersangka dalam kasus dugaan kecurangan PT Indo Beras Unggul ini.

Dugaan sementara penyidik, PT Indo Beras Unggul melanggar tiga regulasi yakni Pasal 382 bis KUHP , Pasal 141 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, serta Pasal 62 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER