Eksekusi Mati 'Cacat', Jokowi Didesak Copot Jaksa Agung

CNN Indonesia
Jumat, 28 Jul 2017 22:04 WIB
LBH Masyarakat menliai temuan Ombudsman soal maladministrasi eksekusi mati bisa jadi rujukan menggugat Kejaksaan Agung.
Presiden Joko Widodo didesak mencopot Jaksa Agung Prasetyo karena telah melakukan maladministrasi dalam mengeksekusi hukuman mati. (REUTERS/Beawiharta)
Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat mendesak Presiden Joko Widodo mencopot Jaksa Agung M Prasetyo lantaran dianggap telah melakukan cacat administrasi saat mengeksekusi mati Humprey Ejike Jefferson, warga negara Nigeria, berdasarkan temuan Ombudsman RI.

"Tidak ada alasan lagi untuk mempertahankan Jaksa Agung," kata Direktur LBH Masyarakat, Ricky Gunawan di Kantor Ombudsman, Jakarta, Jumat (28/7).

Ricky merupakan kuasa hukum Humprey, terpidana mati pemilik heroin seberat 1,7 kilogram. Pria yang akrab disapa 'Doctor' itu dieksekusi di Pulau Nusakambangan, Jawa Tengah, pada 29 Juli 2016.
Menurut Ricky, hasil pemeriksaan Ombudsman atas laporan pelanggaran dalam pelaksanaan eksekusi mati Humprey, yang masuk dalam gelombang ketiga ini, bisa digunakan untuk menggugat Jaksa Agung.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ombudsman menyatakan bahwa eksekusi mati yang dilakukan Korps Adhyaksa terhadap Humprey merupakan bentuk maladministrasi atau cacat administrasi.

"Bagi kami, rekomendasi ini membuka jalan bagus, langkah hukum berikutnya yaitu menggugat Kejaksaan Agung atas perbuatan melawan hukum," tuturnya.

Ricky menyebut hasil temuan Ombudsman ini secara langsung membantah ucapan Prasetyo yang kerap mengklaim eksekusi mati telah dilakukan sesuai prosedur.
Atas dasar ini, lanjut dia, pihaknya meminta Kejagung menghentikan segala bentuk persiapan eksekusi mati.

"Yang harusnya dilakukan adalah membenahi prosedurnya, membenahi administrasinya, data terpidana mati harus dirapikan, perlakuan kepada terpidana mati juga harus diperhatikan, hak-haknya harus dipenuhi," kata Ricky.

Berdasarkan hasil pemeriksaan Ombudsman, eksekusi mati terhadap Humprey seharusnya ditunda, mengingat yang bersangkutan sedang mengajukan grasi sebagaima diatur dalam Pasal 13 UU Nomor 22/2002 tentang Grasi.

Selain itu, Ombudsman menilai Humprey mendapat perlakuan diskriminatif lantaran permohonan peninjauan kembali (PK) keduanya tak diteruskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ke Mahkamah Agung (MA).

Hal tersebut berbeda dengan pelakuan terhadap dua terpidana mati lainnya, Eugene Ape dan Zulfiqar Ali, di mana PK kedua mereka ditindaklanjuti.
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER