Empat Lapas Jadi Lokasi Khusus Penahanan Bandar Narkotik

Lalu Rahadian | CNN Indonesia
Kamis, 03 Agu 2017 00:41 WIB
Keempat Lapas yang akan dijadikan tahanan khusus untuk bandar narkotik adalah Lapas Gunung Sindur, Lahat , Batu Nusakambangan, dan Kasongan.
Empat Lembaga Pemasyarakatan ditetapkan sebagai tahanan khusus narkotik. (CNN Indonesia/Rosmiyati Dewi Kandi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menetapkan empat lembaga pemasyarakatan (Lapas) sebagai lokasi penahanan narapidana bandar narkotik.

Keempat lapas itu adalah Gunung Sindur (Bogor), Lahat (Sumatera Utara), Batu (Nusakambangan), dan Kasongan (Kalimantan Tengah).

Direktur Pemasyarakatan Kemkumham Makmun berkata, penetapan empat lapas itu setelah melalui kajian. Nantinya, pengawasan keempat lapas itu akan menjadi tanggung jawab Kemkumham, Badan Narkotika Nasional, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita tentukan bersama dengan BNN dan kepolisian, siapa (napi) yang ditempatkan di empat lapas ini," tutur Makmun di kantornya, Rabu (2/8).

Pengawasan empat lapas itu diklaim akan menggunakan teknologi canggih. Sarana dan prasarana seperti kamera pengawas, alat pemindai (X-Ray). Penjaga Lapas juga akan dilengkapi senjata api.

Kemkumham juga akan melakukan tes khusus bagi calon petugas yang ditempatkan di empat lapas itu.

Tak hanya itu, Makmun menjanjikan pemberian tunjangan dan peningkatan gaji untuk mereka.

"Kami juga akan inventarisir petugas yang terindikasi terlibat (peredaran narkoba) terutama yang mengedarkan atau memakai. Memang narkotik ini jaringannya luas, bandarnya banyak," katanya.
Penggunaan empat lapas untuk menahan napi bandar narkotik akan dilakukan dalam waktu dekat.

Makmun tak menyebut waktu pasti penggunaan empat lokasi tahanan tersebut.

Namun, ia berkata pemindahan tahanan bandar narkotik baru bisa dilakukan setelah Lapas-Lapas itu dikosongkan petugas.

Pengosongan Lapas dilakukan untuk mempermudah pemasangan sarana dan prasarana tambahan. Selama dikosongkan, Lapas akan bebas dari napi dan para tahanan dipindahkan ke lokasi lain.

"Kami berusaha untuk secepatnya dan tentu akan bersama dengan BNN dan polri. Kalimat 'dikosongkan' itu untuk memudahkan kita memasang sarana dan prasarana. Mungkin ada beberapa bagian yang kita tambah misal sekat, kamar," kata Direktur Keamanan dan Ketertiban Dirjen Pemasyarakatan Kemkumham Sutrisman.

Nantinya, tahanan yang didakwa sebagai bandar narkoba akan dipusatkan penempatannya di empat lapas.

Namun, jumlah lapas untuk bandar narkoba dapat bertambah jika dimungkinkan.
Sutrisman berkata, alasan zonasi juga menjadi salah satu sebab pemilihan empat lapas terkait. Menurutnya, efisiensi penahanan dapat terwujud dengan adanya zonasi lapas.

"Prinsipnya agar lebih efisien. Katakanlah untuk wilayah timur bisa ke Kalimantan. Persoalan teknologi kami tentu tak bisa menyampaikan. Kami akan usaha sesuai kemampuan anggaran. Kalau memang memungkinkan untuk misal mencontoh Amerika, kenapa tidak," katanya.

Berdasarkan data Kemkumham, hingga saat ini terdapat 54 ribu bandar dan pengedar narkoba yang menjadi tahanan. Kemudian, ada 32 ribu pengguna narkoba yang menjadi tahanan di lapas seluruh Indonesia.

Minim Anggaran

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyatakan anggaran untuk menjalankan program rehabilitasi bagi narapidana pemakai narkotik masih minim.

Menurut Sekretaris Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemkumham Sri Puguh Budi Utami, proses rehabilitasi tahanan pengguna narkotik belum bisa berjalan maksimal.

"Untuk rehabilitasi kepada pengguna narkoba tidak mudah, butuh biaya dan mekanismenya itu yang juga tidak mudah. Butuh kelengkapan dan seterusnya, tapi ini dijalankan di lapas dan rutan tertentu," kata Utami.

Dirjen Pemasyarakatan mendapat anggaran Rp400 juta untuk melakukan rehabilitasi pada puluhan ribu tahanan pengguna narkoba.

Padahal, pemakai obat-obatan terlarang yang menjadi tahanan tercatat berjumlah 32 ribu.

Tahun ini, anggaran rehabilitasi meningkat jadi Rp900 juta. Namun, angka itu disebut masih kurang dan tidak ideal untuk menjalankan rehabilitasi.

"Naik karena ada perluasan pelaksanaan. (Kebutuhan ideal) banyak, jadi kami sedang mengusulkan untuk peningkatan ini," katanya.
(ugo/ugo)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER