Nama Bangunan Berbahasa Asing Dinilai Lebih Menjual

CNN Indonesia
Kamis, 31 Agu 2017 09:07 WIB
Pengamat menilai bakal banyak masalah jika pemerintah memaksa para pemilik bangunan mengubah nama gedungnya menggunakan kosakata Bahasa Indonesia.
Banyak pemilik gedung menamakan bangunan dengan kosakata bahasa asing untuk menarik konsumen. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat perkotaan Universitas Trisakti Yayat Supriatna mengatakan, saat ini banyak pemilik gedung menamakan bangunan dengan kosakata bahasa asing. Alasannya untuk menarik konsumen.

"Sekarang orang merasa lebih seksi. Lebih menjual kalau menggunakan bahasa asing," tutur Yayat kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon.

Yayat mengatakan, penamaan bangunan berpengaruh besar terhadap tujuan pemilik mendirikan bangunan. Misalnya, pemilik yang mendirikan bangunan untuk kepentingan bisnis akan memilih nama yang menjual.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi branding itu penting bagi sesuatu apalagi sudah bicara komoditas atau ruang yang ditransaksikan," kata Yayat.

Pemberian nama apartemen yang berdiri di sekitar wilayah bernama Kampung Ambon, misalnya. Menurut Yayat, pemilik gedung cenderung lebih suka menggunakan kosakata bahasa asing daripada memakai nama wilayah itu untuk menarik konsumen.

"Apartemen Ambon misalnya. Kalau Rafflesia, kan jadi lebih seksi," tutur Yayat.

Yayat menilai, tidak ada yang perlu dipermasalahkan dengan bangunan yang namanya menggunakan kosakata dalam bahasa asing.

Dia mengatakan, masa kini identik dengan globalisasi sehingga wajar jika masyarakat Indonesia menamakan bangunannya menggunakan kosakata bahasa internasional atau Bahasa Inggris.

Yayat berpendapat, nantinya akan muncul banyak masalah jika pemerintah memaksa para pemilik bangunan mengubah nama bangunannya menggunakan kosakata Bahasa Indonesia.
Nama Bangunan Berbahasa Asing Dinilai Lebih MenjualDiprediksi akan banyak masalah jika pemerintah memaksa para pemilik bangunan mengubah nama gedungnya menggunakan kosakata Bahasa Indonesia. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Sebab, pemilik harus menanggung biaya besar mencakup penggantian surat-surat kepemilikan, kop surat, amplop, kartu nama pegawai, seragam pegawai, dan lainnya. "Dulu itu, kata departemen jadi kementerian itu menghabiskan miliaran," ujar Yayat.

Di samping itu, masyarakat pun terlanjur hafal nama bangunan yang bersangkutan beserta lokasinya. Menurutnya, apabila nama bangunan diganti, maka masyarakat akan sulit menemukan lokasi bangunan tersebut.

Diketahui, Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 menyatakan, setiap bangunan yang ada di Indonesia wajib menggunakan bahasa Indonesia dalam penamaannya.

Hal itu tercantum dalam Pasal 36 ayat (3) yang berbunyi, Bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau yang dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.

Merujuk pada undang-undang yang sama, bangunan yang boleh menggunakan kata dalam bahasa selain bahasa Indonesia adalah bangunan bersejarah dan tempat ibadah. Ketentuan tersebut termaktub dalam Pasal 36 ayat (4).
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER