Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Komisi XI DPR Fraksi Golkar, Mukhamad Misbakhun mempertanyakan kewenangan hibah barang rampasan (Baran) hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Misbakhun mempertanyakan itu dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR di Gedung DPR, Jakarta, Senin (11/9).
"Dalam skema kewenangan apa KPK menghibahkan barang itu? Apakah barang ini milik KPK atau negara?" ujar Misbakhun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Misbakhun mengatakan pertanyaan itu untuk memastikan status pemberian Baran itu sudah sesuai prosedur atau sebaliknya. Penghibahan Baran juga terkait dengan kepentingan penghitungan pendapatan nasional bukan pajak (PNBP) yang diterima negara.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menjelaskan, penghibahan Baran sepenuhnya keputusan Menkeu. Hal itu, tertuang dalam Peraturan Menkeu Nomor 3 Tahun 2011.
Ia mengatakan, atas dasar aturan itu mekanisme penghibahan Baran dilakukan usai sebuah perkara yang dinyatakan inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Penghibahan dilakukan juga setelah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu melakukan penilaian atas Baran tersebut, dan mencatatnya sebagai aset negara.
"Jadi sebenarnya kami hanya menyita dan memfasilitasi," ujar Laode.
Laode mencontohkan, salah satu Baran yang ditetapkan Kemkeu untuk dihibahkan adalah Baran milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, berupa gedung yang dihibahkan ke ANRI.
"Itu bahkan diserahkan langsung oleh Ibu Menteri Keuangan (Sri Mulyani)," ujarnya.
 Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A |
Meski demikian, Laode mengklaim, penghibahan tidak dilakukan secara serta merta. Ia menyebut, Baran yang dihibahkan merupakan Baran yang gagal terjual saat proses lelang dilaksanakan.
"Jadi saya pikir semua teroganisir dan catatannya ada. Jadi, bukan (dihibahkan) KPK sendiri tanpa sepengetahuan Kemkeu," ujar Laode.
Berdasarkan data, KPK telah menghibahkan Baran dari sejumlah kasus tipikor kepada sejumlah institusi, di antaranya 3 Bus dan 6 unit mobil Damkar ke Pemda Bantul senilai Rp4,8 miliar, sebuah wisma beserta inventarisnya ke DJKN Bali senilai Rp11 miliar, gedung di kawasan Warung Buncit ke ANRI sekitar Rp24 miliar, lima unit rumah dan sebidang tanah di Cikarang Barat kepada BPS senilai Rp6 miliar.
Selanjutnya, alat kesehatan di RSUD Tangerang kepada Pemda Tangerang senilai Rp484,8 juta, alat kesehatan ke Kodam V Brawijaya senilai Rp528,3 juta, sejumlah mesin dan peralatannya ke Pemda Papua senilai Rp626 juta, serta tanah dan bangunan ke Mabes Polri senilai Rp12,5 miliar.
Sementara itu, Baran yang masih dalam proses persetujuan Menkeu adalah tanah dan bangunan bagi Pemda Solo.
Ada pula, yang masih dalam proses pengajuan yakni, tanah untuk bangunan Kejati DKI dan kendaraan untuk dinas Kejagung.
Dalam data juga diketahui, per 30 Juni 2017 KPK telah menyetor uang ke kas negara sebagai PNBP sebesar Rp1,9 triliun dengan rincian dari setoran denda sebesar Rp66,3 miliar, uang pengganti sebesar Rp908,7 miliar, dan uang rampasan sebesar Rp942,4 miliar.