Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan penyidikan dugaan korupsi terkait pemberian izin tambang di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, hari ini tim KPK melakukan penggeledahan di kantor Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Konawe Utara.
“Tim sampai hari ini masih berada di sana melakukan penggeledahan mulai pukul 09.00 pagi tadi waktu setempat sampai pukul 17.00 di kantor Bappeda Kabupaten Konawe Utara. Jadi ada satu lokasi yang kami geledah. Dari penggeledahan itu kami menyita sejumlah dokumen terkait aspek perizinan lingkungan hidup,” kata Febri di gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (4/10).
Selain penggeledahan, tim KPK juga melakukan pemeriksaan saksi. Ada enam saksi yang diperiksa untuk kasus dugaan korupsi terkait pemberian izin tambang. Febri mengatakan, pemeriksaan akan berlanjut ketika tim KPK sudah tiba di Jakarta. Selain saksi, KPK juga akan memeriksa tersangka.
Pada kasus ini, KPK menduga ada pelanggaran Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31/ 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Febri menjelaskan, KPK biasa menyebut korupsi izin tambang dengan istilah
feedback. Indikasi pemberian
feedback tersebut dilakukan melalui orang-orang tertentu.
“Orang dekat tersangka melalui transfer yang dilakukan berulang kali. Nanti akan kami sampaikan lebih lanjut setelah proses pemeriksaan selesai,” kata Febri.
KPK telah menetapkan mantan Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman sebagai tersangka dugaan korupsi terkait pemberian izin pertambangan nikel. Aswad diduga merugikan keuangan negara hingga Rp2,7 triliun, yang berasal dari penjualan nikel atas pemberian izin kepada sejumlah perusahaan yang diduga melawan hukum.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, Aswad menjabat bupati Konawe Utara 2007-2009 dan periode 2011-2016 terkait pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi serta izin kuasa dan izin usaha produksi dari Pemkab Konawe Utara 2007 sampai 2014.
Namun Saut tak merinci perusahaan apa saja yang menerima pemberian izin kuasa dan izin usaha produksi dari Aswad saat menjadi orang nomor satu di Kabupaten Konawe Utara itu.
Aswad diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31/ 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, Aswad juga diduga menerima suap sebesar Rp13 miliar dari sejumlah perusahaan terkait pertambangan nikel. Uang itu diterima Aswad saat menjadi pejabat bupati Konawe Utara 2007-2009.