Jakarta, CNN Indonesia -- Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo masuk dalam bursa calon presiden 2019. Dalam survei terbaru SMRC, dukungan suara terhadap Gatot tercatat 0,3 persen.
Meski terbilang kecil, namun angka itu dinilai masih bisa meningkat seiring proses politik menuju pemilihan presiden 2019.
Pengamat politik dari lembaga survei KedaiKopi, Hendri Satrio menilai kecilnya dukungan terhadap Gatot bukan disebabkan oleh sejumlah pernyataannya yang kerap memicu kontroversi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hendri berpendapat sejumlah pernyataan Gatot justru telah membuatnya semakin dikenal luas oleh masyarakat.
Adapun popularitas Gatot yang tak berbanding lurus dengan dukungan masyarakat, ditengarai Hendri lantaran statusnya sebagai anggota TNI aktif. Lagi pula, lanjut dia, publik belum mengetahui apakah Gatot akan maju atau tidak dalam Pilpres 2019.
Hal lain yang mempengaruhi adalah absennya gerakan yang mengarahkan masyarakat ke arah pencalonan Gatot.
"Jadi, (Gatot) ini kan seperti orang yang baru jadi artis saja," kata Hendri kepada
CNNIndonesia.com, Jumat (6/10).
Gatot dalam survei bursa calon presiden yang dirilis SMRC, kemarin, hanya mendapat suara 0,3 persen.
Angka itu adalah
top of mind dari responden ketika diajukan pertanyaan:
bila pemilihan Presiden diadakan sekarang ini, siapa yang akan Ibu/Bapak pilih?
Jumlah dukungan terhadap Gatot sama dengan jumlah dukungan terhadap Agus Harimurti Yudhoyono, Mahfud MD, Surya Paloh, dan Ridwan Kamil.
Survei SMRC dilaksanakan pada 3-10 September 2017, dengan 1220 responden yang dipilih secara random (
multistage random sampling).
Responden yang dapat diwawancarai secara valid sebesar 1.057 atau 87 persen.
Margin of error dari survei dengan ukuran sampel tersebut sebesar ± 3,1% pada tingkat kepercayaan 95%.
Menurut Hendri, dukungan kepada Gatot masih mungkin terkerek jika yang bersangkutan, saat pensiun nanti, memastikan maju dalam pemilihan presiden 2019.
Ada beberapa hal yang menguntungkan Gatot. Selain latar belakang militernya, Gatot selama ini juga dianggap memiliki kedekatan dengan kalangan Islam.
Selain itu, Hendri memprediksi yang dapat melawan Jokowi pada Pilpres 2019 nanti adalah sosok yang sama sekali baru.
Jika Prabowo yang kembali maju menantang Jokowi, Hendri menilai Pilpres 2019 akan berakhir sama dengan Pilpres 2014 yang menghasilkan Jokowi sebagai pemenangnya.
Hal itu merujuk pada pengalaman pemilihan presiden 2009 lalu ketika Susilo Bambang Yudhoyono kembali mengalahkan Megawati yang juga menjadi rivalnya dalam Pilpres 2004.
"Saat ini yang paling berpeluang melawan Jokowi memang Prabowo. Tetapi jika keduanya kembali maju, hasilnya akan sama saja. Yang lebih mengancam Jokowi justru sosok baru karena lebih sulit dibaca kekuatannya," ujar Hendri.
Meski punya kans menjadi capres, Hendri menyarankan Gatot untuk mempertimbangkannya secara matang.
Sebagai pendatang baru yang minim pengalaman politik, Hendri menilai Gatot lebih pas maju sebagai calon wakil presiden. Terlebih, Gatot saat ini tidak memiliki partai.
Sebagai calon wakil presiden, Gatot dianggap pas berpasangan baik dengan Jokowi maupun Prabowo Subianto.
Hendri sendiri menduga Jokowi tengah mempertimbangkan Gatot sebagai calon pendampingnya.
"Ya, karena tidak ada reaksi berlebihan dari Jokowi menyikapi kontroversi pernyataan-pernyataan Gatot. Jokowi terlihat seakan memaklumi Gatot," tutur Hendri.