Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah melacak keberadaan sejumlah aset terkait hasil korupsi proyek pengadaan e-KTP, yang disinyalir sudah disamarkan di sejumlah negara. Lembaga antirasuah menilai ada aset-aset milik pihak yang diduga diuntungkan dalam proyek tersebut.
"Kami melakukan (pelacakan) aset sampai ke luar negeri, kami bekerja sama dengan penegak hukum di luar negeri," kata Pelaksana Tugas Koordinator Unit Pelacakan Aset Pngelolaan Barang Bukti dan Eksekusi (Labuksi) KPK, Irene Putri di Gedung KPK, Jakarta, kemarin.
Sejauh ini, KPK sudah berkoordinasi dengan Badan Investigasi Praktik Korupsi Singapura (CPIB) dan Badan Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI) dalam mengejar uang korupsi e-KTP yang diduga disamarkan di dua negara tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun Irene belum bicara lebih jauh terkait pelacakan aset yang tengah dilakukan jajarannya. Dia mengatakan, KPK sudah bekerja sama untuk menelusuri aset-aset di luar negeri yang terkait dengan korupsi proyek senilai Rp5,9 triliun.
"Kami bekerja sama lah sama penegak hukum di negara lain. Jangan sekarang deh. Nanti ada saatnya," tutur Irene, yang juga jaksa penuntut umum perkara e-KTP.
Menurut Irene, pelacakan aset dalam penyidikan kasus e-KTP ini difokuskan pada sejumlah pihak yang diuntungkan dalam proyek yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun itu. Sehingga, sejumlah barang dalam pengadaan e-KTP tak masuk dalam penelusuran aset tersebut.
"Si a, si b, dan si c mendapatkan keuntungan berapa? Kemudian keuntungan itu yang kami lakukan pelacakan atas yang bersangkutan, bukan pengadaannya ini," tuturnya.
Mekanisme Penyitaan di Luar NegeriIrene melanjutkan, aset-aset di luar negeri yang terkait dengan tindak pidana korupsi bisa disita penyidik KPK dengan mekanisme yang ada di negara tersebut. Untuk itu, koordinasi dengan lembaga penegak hukum di negara terkait perlu dilakukan.
Kerja sama dalam penyitaan aset yang berada di luar negeri ini juga tertuang dalam Pasal 12 huruf h Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang KPK.
"Penyitaan bukan kami yang melakukan, penyitaan beda yuridiksi. Kami minta bantuan penegak hukum di sana untuk melakukan pembekuan aset, feezing asset," tutur Irene.
Dua penyidik menunjukkan barang bukti berupa 64 ribu dolar Singapura. (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean) |
Irene mencontohkan, penyitaan aset yang bekerja sama dengan penegak hukum di negara lain telah dilakukan di Australia dan Singapura. Irene menyebut ada satu aset di Australia dan beberapa aset di Singapura yang telah dibekukan lantaran diduga terkait korupsi di Indonesia.
Menurut Irene, proses penyitaan hingga perampasan aset itu sepenuhnya dilakukan penegak hukum di negara tersebut. Ada mekanisme pengadilan yang mesti dilakukan untuk membuktikan bahwa aset-aset itu terkait hasil korupsi.
"Karena proesnya bukan proses sekejap, tungu persidangan di sana, sampai perintah hakim menyetujui aset dikembalikan ke Indonesia," kata Irene.
Sebelumnya, penyidik KPK tengah menelusuri aset dan transaksi keuangan Ketua DPR Setya Novanto yang disinyalir terkait dengan korupsi e-KTP. Namun, langkah itu kini terhenti sementara setelah status tersangka Ketua Umum Partai Golkar tersebut gugur.
KPK juga mengisyaratkan bakal menggunakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), guna memaksimalkan pengembalian kerugian negara korupsi e-KTP sebesar Rp2,3 triliun.
Pasalnya, sejauh ini KPK baru menerima pengembalian uang kerugian negara dalam proyek e-KTP sekitar Rp236,9 miliar, US$1,3 juta, dan SG$368. Uang itu didapat dari sejumlah tersangka, saksi dan perusahaan yang menggarap proyek milik Kementerian Dalam Negeri.