DPRD Terbelah Sikapi Paripurna Istimewa Anies-Sandi

CNN Indonesia
Kamis, 19 Okt 2017 17:32 WIB
Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi menyatakan, DPRD tidak akan menggelar rapat paripurna, sedangkan Wakil Ketua DPRD M Taufik meminta rapat paripurna digelar.
Muhammad Taufik (tengah) meminta DPRD DKI Jakarta menggelar rapat paripurna istimewa dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sikap pimpinan DPRD DKI Jakarta dalam menyikapi paripurna istimewa Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan-Sandiaga Uno terbelah.

Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi yang berasal dari PDI Perjuangan, menyatakan, DPRD tidak akan menggelar paripurna istimewa untuk Anies Sandi karena tidak ada aturan yang mewajibkan. Sedangkan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik yang berasal dari Partai Gerindra berkukuh agar DPRD menggelar paripurna istimewa.

Kepada wartawan, Kamis (19/10) Taufik terus mendorong agar rapat paripurna istimewa tetap dilakukan. Keputusan diselenggarakan atau tidaknya paripurna itu ada di tangan Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya masih anggap Pak Ketua belum baca surat edaran Kemendagri. Jelas ini pidato edarannya," kata Taufik di Gedung DPRD, Kamis (19/10).
[Gambas:Video CNN]

Dalam paripurna istimewa, Anies sebagai gubernur rencananya akan menyampaikan visi-misinya selama lima tahun ke depan memimpin ibu kota, serta pemaparan program-program yang akan dilakukan.
Menurut Taufik, berdasarkan Surat Edaran Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri nomor SE.162/3484/OTDA yang diterbitkan 10 Mei 2017, rapat paripurna istimewa setelah pelantikan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta wajib digelar maksimal 14 hari setelah keduanya dilantik.

Aturan tentang rapat paripurna istimewa juga tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD.

Taufik menambahkan, dalam surat edaran bahkan disebutkan bahwa gubenur, bupati, dan wali kota hasil pilkada serentak yang telah dilantik segera mempersiapkan dan menyampaikan pidato sambutan dalam acara paripurna istimewa.

"Tidak bisa dibantah. Ini aturan," ujar Taufik menegaskan. Dia mengaku akan segera berbicara dengan Prasetyo untuk membahas persoalan rapat paripurna.

"Jangan institusi dewan ini melanggar aturan juga. Saya kira ini mesti kita pahami," kata Taufik.

Lebih lanjut, Taufik menduga bahwa keengganan Prasetyo melakukan paripurna istimewa murni karena Prasetyo belum memahami betul isi surat edaran tersebut, bukan karena ada muatan kepentingan tertentu.

"Saya belum mendapat argumen dari ketua. Kalau sudah (ada argumen), baru kita bisa baca ada muatan apa," ujar Taufik.


Sikap Taufik yang berkukuh agar DPRD menggelar rapat paripurna untuk Anies-Sandi berbeda dengan sikapnya pada tahun 2014. Ketika itu dia menolak menghadiri rapat paripurna saat Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dilantik menjadi Pelaksana Tugas Gubernur DKI menggantikan Joko Widodo.

Berdasarkan catatan CNN Indonesia.com, Jumat (14/11), ketika itu Taufik mengatakan semua fraksi di Koalisi Merah Putih tak ada yang menghadiri paripurna Ahok sebagai Gubernur DKI.

Taufik menilai paripurna pengumuman gubernur diputuskan berdasarkan mekanisme yang tidak benar.

"Buat apa datang di forum yang tidak benar, ya kami nggak datang,” kata Taufik kala itu.

Kini, Taufik menjelaskan tentang sikapnya ketika itu menolak rapat paripurna Ahok. Menurutnya, Anies dan Ahok berbeda.

Taufik menilai Ahok kala itu hanya menggantikan posisi Jokowi yang menjadi Presiden RI. Artinya, menurut dia, Ahok bukan terpilih karena hasil pilkada serentak.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER