Jakarta, CNN Indonesia -- Punk bukan sekadar rambut mohawk, bukan pula cuma gaya urakan. Lebih dari itu, punk sedari lahir di London, Inggris dan berkembang di Amerika Serikat, sudah menjadi sebuah jalan hidup, setidaknya bagi mereka yang menghayati punk sebagai 'keyakinan’.
Perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat 1970 sampai 1980-an menjadi tonggak awal punk menyebar ke beberapa belahan dunia. Seperti virus, punk berkembang dan mewabah di sejumlah negara, Indonesia salah satunya.
Peneliti punk Fathun Karib mengatakan, punk mulai merambah Indonesia, khususnya Jakarta pada akhir 1980-an. Karib menyebut masa ini sebagai periode pra punk Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Akhir tahun 80-an saya menyebutnya sebagai gelombang proto punk di mana anak-anak muda secara individual sudah mulai mengakses musik punk," kata Dosen sosiologi FISIP Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah ini kepada
CNNIndonesia.com.Karib mengatakan, kehadiran komunitas punk di Indonesia khususnya di Jakarta tidak melalui institusi-institusi budaya dominan seperti industri musik dan media kapitalis baik internasional maupun nasional.
"Dari awal kehadirannya, Punk Jakarta telah membangun komunitasnya melalui hubungan
direct maupun
indirect dengan komunitas punk di Barat (terutama Inggris dan Amerika Serikat)," kata pria yang juga pernah jadi anak punk ini.
 Punk masuk ke Indonesia tahun 1980-an dan terus berkembang dan eksis hingga kini. (REUTERS/Beawiharta) |
Karib mengatakan, generasi punk pertama di Jakarta yang menjalin interaksi langsung dengan komunitas punk di Amerika Serikat. Beberapa individu di generasi pertama ini juga pernah ke luar negeri. Mereka ini mendapatkan sumber-sumber punk secara tidak langsung dari literatur, kaset, majalah, dan aksesoris.
"Individu-individu ini dapat dikategorikan sebagai mereka yang mengalami
indirect contact dengan punk luar negeri melalui media seperti karya, rekaman, dan legenda," ujar lulusan Sosiologi FISIP Universitas Indonesia ini.
Melalui toko-toko kaset klasik, generasi punk pertama ini juga mendapatkan akses informasi lewat medium kaset karya-karya band punk luar negeri. Selain kaset, ada majalah skateboard seperti Trasher yang di dalamnya memuat iklan-iklan kaset dan kaos-kaos band punk Amerika seperti Black Flag, Minor Threat, Desecendant, dan Dead Kennedys turut mempengaruhi komunitas punk generasi awal.
Dalam skripsi
'Kesadaran Kolektif dan Identitas Punk Jakarta', Karib menulis, interaksi yang berlangsung antarsesama punk pada periode generasi pertama ini memiliki beberapa ciri khas. Antara lain melalui pertukaran kaset musik punk yang intensif, melalui kaos-kaos yang dikenakan dan lirik lagu band punk luar negeri yang diperdengarkan.
MusikVokalis band Cryptical Death -band punk Jakarta yang lahir di generasi kedua- ini mengatakan, pengaruh musik trash metal punya peranan penting terhadap generasi awal lahirnya komunitas punk di Jakarta. Tempat pertunjukan musik yang terletak di pertokoan Plaza Pondok Indah, Jakarta Selatan, Pid Pub yang menjadi tempat interaksi para pelaku musik, secara tidak langsung juga menciptakan pra kondisi bagi lahirnya generasi punk pertama di Jakarta.
Banyak di antara penggemar dan penonton musik thrash metal di Pid Pub yang kemudian menjadi pionir-pionir berdirinya generasi punk pertama di Jakarta.
Karib mencatat, awal 1990 menjadi gelombang pertama generasi punk yang ditandai dengan kelahiran band Anti Septic dan kelompok tongkrongan punk pertama, Young Offender.
Di periode ini muncul individu-individu yang dapat dicatat sebagai pionir. Nama-nama seperti Feri Blok M, Dayan The Stupid, dan Udet dari Young Offender hadir sebagai aktor-aktor awal generasi punk pertama bersama beberapa nama lain.
 Pagelaran musik punk di Jakarta. Musik dinilai jadi salah satu media masuknya punk ke Indonesia (CNN Indonesia/Prima Gumilang) |
Vokalis band Punktat, Evy Juanita mengatakan, karya band punk tahun 1970-an macam Ramones dan Sex Pistol punya pengaruh sangat besar di Indonesia.
“Berawal di Jakarta. Awal masuk itu dari musik, musik-musik luar kayak Sex Pistol dan band-band punk tahun 70-80an," ujar Evy.
Evy bersama Punktat sudah mulai memainkan lagu punk barat pada awal 1990-an. Saat itu menurutnya sejumlah band juga sudah membawakan lagu-lagu Ramones dan Sex Pistol.
"Ada salah satu pub, Black Hole namanya, masih daerah Kuningan (Jakarta Selatan). Di My Place juga pernah, dulu namanya Ratu Plaza. Ternyata ada anak punk juga di situ, satu dua band mungkin. Mereka bawain Sex Pistol,
bawain Ramones, bawain dengan gayanya masing-masing," kata perempuan 45 tahun ini.
Beberapa tahun kemudian, band-band punk di Jakarta mulai memainkan lagu dan musik ciptaan sendiri. Sekitar 1995-an, band-band punk lokal macam Out of Control, Error Crew, dan lain-lain mulai berkarya dengan kreasi mereka sendiri.
“Mulai membuat lagu punk Indonesia sendiri, Punktat enggak mau kalah, ya gua bikin lagu sendiri," kata Evy.
Tak cuma musik, gaya berpakaian juga turut menandai awal masuknya punk di Indonesia. Fashion punk memang berbeda dari gaya komunitas lain. Tampilan mereka unik, nyeleneh, dan kontras dengan gaya mainstream.
Widya G, dalam 'Punk: Ideologi yang Disalahpahami' menulis, punk memiliki caranya sendiri untuk menampilkan kepribadian dari scene-nya masing-masing. Gaya pakaian, dandanan rambut, segala macam aksesoris, selera musik, atau pilihan kegiatan menjadi perwujudan identitas individu atau sekelompok orang, termasuk komunitas punk.
"Fashion asli punk pada 1970-an di Inggris dan Amerika Serikat dimaksudkan sebagai suatu yang konfrontatif, mengejutkan, dan melawan," ujar Widya.
Menurutnya, beberapa anak muda di Bandung, Jawa Barat pada awal 1990-an mulai mengimpor fashion ala punk barat. Mereka merealisasikannya dengan berdandan mohawk dilengkapi dengan atribut-atribut khas punk yang melekat di tubuh.
Widya menyebut, selain Jakarta dan Bandung, komunitas punk mulai tumbuh di kota-kota lain, seperti Malang, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, dan Bali.
Pertumbuhan komunitas itu tentu ditandai oleh penampilan khas punk. Lewat fashion, mereka ingin mendobrak ketertiban dan keteraturan mainstream di masyarakat.
Seperti di banyak literatur yang menyebut, punk berarti public united nothing kingdom atau gerakan di Inggris pada 1960-an yang menolak, melawan, menentang ketertiban dan semua peraturan kerajaan. Fashion menjadi salah satu cara mereka menentang ketertiban dan keraturan kerajaan itu.
Fashion sebagai salah satu elemen penting di komunitas punk sudah dapat ditemukan pada periode pra-punk. Dandanan punk dengan menggunakan jaket ala Ramones bahkan sudah terlihat pada era 1980-an.
Hanya Ingin Senang-senang
Punk sekali lagi terbentuk sebagai upaya perlawanan terhadap budaya dominan atau counter culture. Karib meminjam perkataan Stacey Thompson, Ilmuwan dan penulis buku Punk Productions; Unfinished Business untuk menjelaskan tentang empat unsur utama yang mempengaruhi pelaku dalam komunitas punk secara historis di dalam perlawanan budaya dominan.
“Musik, fashion (busana), tongkrongan, dan pergerakan (pemikiran). Empat unsur ini hadir di dalam komunitas punk tidak pada saat bersamaan," kata Karib.
Menurutnya, para komunitas punk Jakarta, khususnya generasi awal, tujuan besar mereka adalah menikmati musik dan sebagai pembentukan budaya anak muda yang berbeda dari kebudayaan dominan.
"Kalau dalam konteks Indonesia dan secara partikular, (tujuannya) we just want to have fun. Ini juga yang mendorong munculnya punk misalnya di Inggris dan Amerika. Dari kreativitas anak muda yang akhirnya membentuk budaya tersendiri," ujar dia.
Karib menjelaskan, budaya 'sendiri' yang diciptakan komunitas punk memang didasari pada ketidakadilan sosial-ekonomi. Perlawanan komunitas punk juga tak bisa disandingkan dengan asosiasi menang-kalah.
Cara berpikir menang-kalah menurutnya kurang sesuai dalam melihat bagaimana komunitas punk tumbuh dan hidup dari masa awal sampai ke periode selanjutnya. Bagi Karib, ada cara lain untuk menjalani kehidupan tanpa harus mengikuti kebiasaan mainstream. Cara hidup ini yang dirasa lebih penting lalu menjadi nilai-nilai dari punk itu sendiri.
Karib menilai, para anggota komunitas itu mengimplementasikan ketidaksukaan terhadap budaya dominan yang mapan dengan dua hal. Pertama, kritik dengan musik. Kedua, dengan sederhana menjalani keyakinan dan gaya hidup yang berbeda dari apa yang tidak disukai.
"Kalau nggak suka musik mainstream, ya saya bikin saja musik alternatif yang saya suka. Jadilah saya memainkan musik punk," katanya.