Jakarta, CNN Indonesia -- Tak hanya soal pembangunan infrastruktur fisik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) meminta Pemerintah era Presiden Joko Widodo untuk memikirkan soal pembangunan infrastruktur sosial di Papua.
Ketua Tim Kajian Papua LIPI, Andriana Elisabeth menilai, sampai saat ini Pemerintah masih terlalu fokus pada pembangunan infrastruktur fisik saja, seperti pembangunan jalan.
"Dalam waktu dua tahun ke depan perlu segera bangun infrastruktur sosial, terkait pembangunan sumber daya ekonomi Papu, sektor penting seperti pendidikan dan kesehatan," kata dia, dalam acara Seminar Nasional Tiga Tahun Pemerintahan Jokowi-JK untuk Papua, di Gedung LIPI, Senin (18/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu, Andriana juga memberikan apresiasi terhadap Pemerintah yang sudah mulai fokus dalam pembangunan di Papua, walau prioritasnya masih soal pembangunan fisik. Komitmen Jokowi untuk membangun Papua pun masih dipercaya oleh masyarakat Papua.
Namun, imbuhnya, ”Pembangunan infrastruktur sosial perlu dipercepat.”
Di sisi lain, tokoh masyarakat Papua John Jonga mengatakan, upaya Pemerintah untuk menyamaratakan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Papua juga perlu untuk dievaluasi, terutama dalam hal pengawasannya.
Pasalnya, menurut cerita John, penyamarataan harga BBM di Papua itu hanya terjadi ketika Jokowi melakukan kunjungan di Papua saja. Beberapa minggu setelah kunjungan Jokowi tersebut, harga BBM di Papua kembali seperti sebelumnya.
"Beliau pulang, 1-2 minggu harga kembali normal. Siapa yang
monitoring? Sementara pejabat di tanah Papua itu, Bupati, lebih banyak di Jakarta dan Jayapura," ungkapnya.
John juga menyinggung program pemerintah yakni Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar yang tidak bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Papua.
Soal kesehatan, kata John keadaan di Papua masih sangat memperihatinkan. Keadaan itu jugalah yang menurut John membuat angka kematian di Papua cenderung tinggi.
"Petugas tidak ada, obat juga sudah kadaluarsa, untung orang-orang Papua tidak tuntut pemerintah, sementara petugas tidak ada, siapa yang salah? Orang Papua, Gubernur atau Bupati?” cetusnya.
Terkait dengan pendidikan, lanjut John, keberadaan sekolah-sekolah di Papua hanya sekedar nama. Sebab, tak ada guru yang mengajar. Menurut John, guru baru akan datang ke sekolah saat ada ujian akhir saja.
Pada kesempatan yang sama, Asisten Deputi I Bidang Koordinasi Desentralisasi dan Otonomi Daerah Kemenko Polhukam, Syafii, mengklaim, Pemerintah sudah melakukan berbagai program di bidang kesehatan dan pendidikan.
Di bidang kesehatan, kata Syafii, Pemerintah sudan membangun sejumlah rumah sakit. Untuk daerah yang tidak terjangkau dengan rumah sakit, pemerintah lewat Kementerian Kesehatan sudah mencanangkan program pengobatan jarak jauh atau
telemedicine.
"Yang jangkauannya susah pakai
telemedicine, sekarang sudah proses sudah jalan. Dengan
telemedicine, konsultasi kesehatan bisa dilakukan lewat telepon," akunya.
Di bidang pendidikan, lanjut Syafii pemerintah membangun sejumlah sekolah berasrama. Diharapkan dengan sekolah berasrama itu, dapat menjamin kontinuitas siswa Papua untuk belajar di sekolah.
(arh)