Perjuangan Keluarga Sadiah Menembus Banjir Secara Mandiri

DHF | CNN Indonesia
Selasa, 06 Feb 2018 08:52 WIB
Sadiah dan Andi berenang menembus banjir setinggi sekitar dua meter seraya menggendong dua putra mereka untuk mengungsi di Pejaten Timur, Senin (5/2) malam.
Warga Pejaten TImur yang mengungsi dari banjir di Masjid Al Makmur, Pejaten Timur, Jakarta Selatan, 5 Februari 2018. (CNNIndonesia/Dhio Faiz)
Jakarta, CNN Indonesia -- Banjir menggenangi Jalan Masjid Al Makmur, Pejaten Timur, Jakarta Selatan, sejak Senin (5/2) sore. Ketinggian air terus meningkat meski sudah malam.

Sekitar 500 kepala keluarga di RW 07 dan 08 Pejaten Timur terdampak banjir kiriman dari Bendungan Katulampa, Bogor. Ketinggian di beberapa titik di kawasan ini bahkan ada yang mencapai 3 meter.

Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com, hingga Senin malam hari, dua perahu karet masih lalu lalang menjemput warga yang masih terjebak di kediamannya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Mereka dibawa ke posko-posko pengungsi, di antaranya di Masjid Al Makmur, Pejaten Timur. Salah satu keluarga pengungsi di Masjid itu adalah Andi dan Sadiah. Pasangan suami istri yang sempat terjebak genangan air di rumah mereka sebelum berjuang evakuasi mandiri untuk mengungsi.

Sadiah menuturkan pada Senin petang sekitar pukul 16.00 WIB saat air mulai naik, ia dan suami mengira akan seperti banjir tahun lalu. Banjir tak terlalu tinggi, dan akan cepat surut. Namun perkiraannya salah. Air semakin naik dan mulai masuk ke rumah mereka di RT 16 RW 07.

"Terendam, pintunya sudah terendam," kata Sadiah sambil menggendong anak keduanya, Sadam.

Sadiah (kanan) dan kedua anaknya berkumpul bersama puluhan pengungsi di Masjid Al Makmur, Pejaten Timur, setelah sempat terjebak banjir di lantai dua kediamannya, Senin, 5 Februari 2018. (CNNIndonesia/Dhio Faiz)

Saat air merendam hingga pintu itu, Sadiah dan Andi memutuskan membawa dua anaknya, Carlo dan Sadam naik ke lantai dua rumah mereka. Saat itu Air, kata Sadiah, sudah hampir menutupi lantai satu rumahnya.

Hari menuju petang, tetapi bantuan jemputan perahu karet tak kunjung datang. Akhirnya Andi memutuskan menerjang banjir demi membawa anak dan istri ke tempat aman.

"Kami terjebak banjir di lantai dua. Menunggu pelampung enggak datang-datang. Akhirnya berenang dibopong-bopong bapaknya di sini," tutur Sadiah sembari menunjuk kedua bahunya.

Mereka lalu berenang tanpa satu kaki pun menapak ke tanah. Sadiah memperkirakan ketinggian air saat itu sudah sekitar dua meter.

Sesampainya di tempat lebih tinggi, Andi menitipkan Carlo. Lalu ia bergegas kembali ke rumah untuk menjemput Sadam dan Sadiah.

"Suami saya membopong satu-satu. Anak pertama dulu, terus dititipin ke orang. Terus balik lagi," ujarnya.


Sadiah dan Andi tak memikirkan lagi rumah kontrakan dan barang berharga mereka. Fokus mereka cuma bagaimana dua buah hatinya selamat dari banjir.

Sadiah mengaku sudah memindahkan semua barang ke lantai dua. Namun setelah mereka meninggalkan rumah, ia mendengar kabar semua telah terendam air luapan Kali Ciliwung.

Mereka hanya sempat membawa akta kelahiran, kartu keluarga, dan beberapa potong pakaian sekolah Carlo. Barang berharga lain seperti televisi, uang, dan alat elektronik tak sempat mereka selamatkan.

"Televisi, semua enggak bisa ditolong lagi. Saya selamatkan anak dua saja," tutur Sadiah.

Semalam, Sadiah dan dua anaknya menginap bersama puluhan warga di posko pengungsian Masjid Al Makmur. Mereka hanya mendapat nasi bungkus untuk makan malam. Tak ada selimut dan bantal untuk menemani melewati malam ini.

(kid/sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER