Jakarta, CNN Indonesia -- Pagi itu hujan yang turun sejak semalam masih deras. Suara rintik hujan menerpa atap rumah menemani Nuryani yang mengawali hari seperti biasanya sebagai ibu rumah tangga.
Nuryani sudah terbangun pukul 04.30 WIB untuk melaksanakan ritual rutin, ibadah salat subuh. Selanjutnya ia berencana berbelanja ke pasar.
Hujan deras pada Senin (5/2) pagi itu bukan halangan. Nuryani tetap nekat ke pasar terdekat untuk membeli beberapa kebutuhan pokok bagi keluarganya. Motor matic sudah dipanaskan dan mantel pun dikenakan, Nuryani berangkat menerjang hujan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekitar pukul 06.00 WIB, ia sudah tiba kembali di rumah dua lantainya di Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta Timur. Badannya basah kuyup. Mantel tebal yang dikenakan ternyata tak berpengaruh melindunginya dari hujan lebat pagi itu.
Setelah itu, ia berganti pakaian, mengenakan kerudung, kaos lengan panjang, dan rok panjang santai. Ia bersiap untuk tugas selanjutnya, membereskan rumah.
Nuryani sedang asyik membereskan pakaian ke lemari setelah disetrika ketika tersiar kabar berita di televisi yang tak ia duga sebelumnya.
Bendungan Katulampa siaga 1. Begitu kabar breaking news dari berita pagi itu, ia sontak berhenti sementara dari kegiatannya. Ia menyaksikan secara seksama acara televisi tersebut dan bertanya-tanya.
"Ini benar siaga 1?" ujar heran ibu empat orang anak itu dalam hati karena dianggap tak ada rentetan persitiwa apapun yang melatarbelakangi Katulampa sampai berstatus gawat.
Ia lantas menelepon salah seorang anaknya, Rita untuk mengecek kebenaran berita tersebut.
"Ini benar Katulampa siaga 1?" kata Nuryani.
"Benar ma, sudah siaga 1," kata anaknya di ujung telepon.
Tak puas dengan jawaban anaknya, ia lantas menulis pesan di WhatsApp dan menanyakan soal berita itu ke grup Aksi Cepat Tanggap (ACT), organisasi sukarelawan yang sejak tahun 2012 ia ikuti dan aktif sebagai pengurus di wilayah Bidara Cina.
Para anggota ACT lainnya yang bergabung di grup itu pun mengonfirmasi kebenaran berita yang ditanyakan Nuryani.
Nuryani panik. Tanda siaga 1 di Bendungan Katulampa merupakan tanda bahaya akan terjadinya banjir besar bagi kawasan tempatnya tinggal.
Pasalnya, Bidara Cina merupakan salah satu wilayah yang sangat dekat dengan aliran kali Ciliwung dan menjadi salah satu titik di Jakarta yang menerima limpahan banjir dari Katulampa.
"Kalau sudah siaga 1, tandanya banjir besar setinggi atap rumah bakal terjadi di Bidara Cina", katanya kepada
CNNIndonesia.com, Selasa (6/1).
Kekhawatiran datangnya banjir besar itu benar adanya. Kabar itu datang sekitar pukul 10.00 WIB. Saat ia menghubungi salah seorang kawannya yang memiliki rumah dekat bantaran kali Ciliwung, sudah tergenang banjir dengan ketinggian sekitar 10 cm atau semata kaki orang dewasa.
Kawan itu mengabarkan bahwa empat RT di RW 11 sudah mulai digenangi banjir.
Mendengar kabar itu, Nuryani berkoordinasi dengan teman-temannya sesama aktivis ACT untuk menerjunkan personel.
Puluhan personel ACT diterjunkan, Termasuk Nuryani sebagai koordinator ACT di wilayah Bidara Cina.
Banjir di RT 9 dan 8 RW 14 Bidara Cina Jakarta Timur, Senin (5/1). Terpantau air sudah setinggi pinggang orang dewasa. (CNN Indonesia/Ramadhan Rizki Saputra). |
Perjuangan DimulaiNuryani bercerita saat dirinya dan personel ACT lainnya tiba pertama kali tiba di lokasi banjir, tinggi air sekitar 30 cm. Saat itu belum ada bantuan dari pemerintah daerah untuk memberikan pertolongan.
Langkah awal yang dilakukan Nuryani ialah berinisiatif mengoperasikan perahu karet darurat satu-satunya yang baru dibawa tim ACT untuk mengevakuasi warga yang masih berkukuh tak mau mengungsi. Evakuasi harus dilakukan karena ia khawatir mengingat air diprediksi akan semakin meninggi hingga malam hari.
"Karena air kiriman dari Katulampa akan membuat banjir semakin meninggi," kata Nuryani.
Saat itu dirinya mendapat tugas menjadi koordinator tim rescue ACT di atas perahu karet. Ia berbagi tugas dengan tiga kru ACT lainnya di atas perahu itu.
Mengenakan rompi pelampung berwarna oranye, Nuryani bertindak sebagai komandan dengan memegang toa pengeras suara.
Sementara tiga orang kru ACT lainnya berperan sebagai pendayung dan tim penyelamat warga di rumah-rumah.
Perahu berjalan perlahan menyusuri banjir yang mulai meninggi di wilayah RW 11 untuk mencari warga yang masih berdiam di dalam rumah.
Suara Nuryani dari pengeras suara menggema di udara, memecah kesunyian lingkungan RW 11 yang mulai ditinggal orang-orang untuk mengungsi akibat banjir yang mulai meninggi itu.
"Tolong keluar para warga RT 10, tolong keluar dari rumah, banjir akan datang, Katulampa sudah siaga 1," kata Nuryani.
Beberapa orang yang terjebak di dalam rumah merespons. Mereka memberi isyarat agar dievakuasi. Satu persatu warga akhirnya bisa dievakuasi ke pengungsian hingga malam tiba.
Mereka yang diutamakan untuk dievakuasi adalah anak-anak, perempuan, dan lanjut usia yang kesulitan untuk menembus banjir.
Banyak Warga Pilih BertahanUpaya Nuryani bukan tanpa rintangan. Salah satu halangannya adalah banyak warga yang menolak dievakuasi. Alasan yang diutarakan pun beragam, dari mulai banjir yang belum tinggi sampai ingin menjaga barang-barang berharga.
Ia dan timnya memberikan penjelasan dan pemahaman agar warga mau dievakuasi ke pengungsian.
"Banyak alasannya, seperti mereka merasa aman karena punya rumah dua lantai, terus ada alasan air belum tinggi, terus mau menjaga barang-barangnya. Padahal kan belakang rumah mereka itu Ciliwung, bahaya kalau banjirnya besar," kata dia.
Perlahan tapi pasti, mereka mau dievakuasi. Perjuangan Nuryani pun berbuah manis.
Sore harinya, ketika personel ACT mulai banyak berdatangan, Nuryani berganti peran tak lagi menjadi tim rescue. Nuryani mulai membantu membangun posko-posko pengungsian di beberapa titik. Salah satunya membangun posko di RPTRA Bidara Cina yang menjadi salah satu titik pengungsian.
Kondisi pengungsian Sasana Krida Karang Taruna RW 11 Bidara Cina, Kecamatan Jatinegara pada Selasa (6/2). (CNN Indonesia/Ramadhan Rizki Saputra). |
Di posko itu, ia dan timnya berinisiatif membangun dapur darurat yang menyediakan persediaan bahan makanan bagi para pengungsi.
Berbagai persediaan bahan makanan seperti nasi bungkus, mi instan, air mineral, susu balita, dan biskuit bagi anak-anak sudah disediakan secara gratis bagi para pengungsi.
"Kan ACT ini berasal dari donasi masyarakat, makanya tenaga kita dan semua ini akan kembali ke masyarakat yang membutuhkan," kata Nuryani.
Nuryani mengaku menjalani aktivitas sebagai aktivis sosial di ACT tak dibayar sepeserpun. Melakukan kegiatan sosial seperti membantu korban banjir memiliki kepuasan tersendiri baginya yang tak bisa diukur dari materi semata.
"Jiwa seorang relawan ini punya suatu kepuasan batin tersendiri karena senang membantu," kata dia.
Nuryani merasa mendapat kesuksesan apabila bisa bersilaturahmi dan membantu meringankan kesusahan orang-orang di sekitarnya, salah satunya saat membantu orang yang terkena musibah.
"Semua bisa
happy, menerima dan ikhlas semuanya. Semua ada hikmahnya," kata dia.
(osc/sur)