Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dinilai sengaja mengulur waktu sidang gugatan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) terhadap Keputusan Menteri ESDM No. 422.K/30/DJB/2017 tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Operasi Produksi Kontrak Karya PT. Citra Palu Minerals (PT. CPM) di wilayah Poboya, Palu, Sulawesi Tengah.
Sidang perdana gugatan tersebut digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Kamis (12/4) dengan agenda mendengarkan jawaban dari tergugat Kementerian ESDM atas gugatan Walhi.
Namun, dalam sidang tersebut pengacara Kementerian ESDM belum siap dan meminta kepada majelis hakim untuk membuat jawaban tertulis atas gugatan Walhi itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sidang ditunda dan akan digelar kembali pada persidangan berikutnya pada tanggal 19 April 2019 mendatang.
"Dengan ditundanya pembacaan jawaban ini, kami duga ini ada upaya mengulur waktu dalam proses persidangan ini" kata Direktur WALHI Sulawesi Tengah Abdul Haris di Jakarta, Kamis (12/4).
WALHI menggugat Keputusan Menteri ESDM tentang Kontrak Karya PT. Citra Palu Minerals yang ditandatangani pada tanggal 14 November 2017 karena WALHI menilai keputusan menteri itu melanggar Undang-Undang 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Keputusan Menteri itu membuat PT Citra Palu Minerals mendapatkan izin untuk menambang di lahan seluas 85.180 hektare di Kabupaten Luwu Utara, Donggala, Paringi Moutong Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Tengah.
Data WALHI menunjukkan, dari izin operasi produksi sebanyak 5 (lima) blok yang diberikan oleh ESDM kepada PT. CPM, hanya 1 blok yang memiliki izin lingkungan. Regulasi itu, dinilai WALHI menambah dampak buruk bagi lingkungan hidup dan keselamatan rakyat, serta mengancam sumber-sumber kehidupan masyarakat dari hulu hingga ke hilir yang sebelumnya telah terdampak dari industri ekstraktive yang dijalankan oleh anak usaha Bumi Resources ini.
Menurut Haris, penundaan sidang gugatan itu seharusnya bisa dihindari, karena seharusnya pengacara Kementerian ESDM sudah mempelajari gugatan tersebut. WALHI telah melayangkan gugatan di PTUN Jakarta sejak 27 Februari 2018.
Sementara, kata Haris, selama proses persidangan gugatan berjalan, PT Citra Palu Minerals tetap melakukan operasi pertambangan.
"Kementerian ESDM meminta waktu lagi ini apa sebenarnya maksudnya, tapi proses di lapangan masih terus ada operasi Pertambangan," kata dia.
Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Eksekutif Nasional WALHI Khalisah Khalid mengatakan dalam gugatan WALHI di PTUN, PT Citra Palu Minerals turut menjadi pihak tergugat intervensi.
Menurutnya, masuknya PT CPM sebagai tergugat intervensi menjadi bukti bahwa adanya keterkaitan antara negara dan korporasi di tambang Poboya.
"Ini manifestasi kelindan negara dengan kekuatan modal dan investasi yang berkolaborasi, dalam hal ini mengancam Keselamatan hidup masyarakat dan kerusakan lingkungan," kata dia.
Sebelumnya, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) pernah merilis Kondisi pertambangan di Palu pada tahun 2017.
Menurut data JATAM ratusan ribu warga Palu terancam terpapar racun merkuri dan sianida dari aktivitas pertambangan emas di Kelurahan Poboya, Kota Palu, Sulteng.
Di Poboya, tengah berlangsung perendaman batuan mengandung emas dengan sianida oleh empat Perusahaan, satu diantaranya PT Citra Palu Minerals. Sedikitnya, terdapat 42 kolam sianida dengan luas sekitar 14,5 hektar.
Padahal merujuk Laporan dari Dinas Kesehatan Kota Palu pada 2014 lalu, bahwa 7 dari 10 sampel sumur, menunjukan bahwa kadar Merkuri telah melebihi ambang batas yaitu 0,005 atau lima kali lipat di atas standar normal.
PT. Citra Palu Mineral, menurut JATAM, diduga ikut terlibat karena kontraktornya, PT PT Dinamika Reka Geoteknik, diduga melanggar izin eksplorasi, dan ditemukan menambang dan memanfaatkan pertambangan ilegal lainnya dengan memasok material utama untuk produksi dan pemurnian emas Poboya.
(ugo)