Yugo Hindarto
Yugo Hindarto
Lulusan Ilmu Sejarah Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS). Pemburu tawa. Pernah berkarier di media cetak dan online nasional.

Kuda Hitam Pendobrak Mitos Jawa Barat

Yugo Hindarto | CNN Indonesia
Kamis, 03 Mei 2018 11:23 WIB
Pilkada Jabar bukan hanya dikenal sebagai kuburan para jenderal, tapi juga kontes yang menjungkirbalikkan para jagoan lembaga survei.
Empat pasang calon bertarung dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah Provinsi Jawa Barat 2018. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Ada dua mitos yang hingga hari ini masih diyakini dalam setiap pertarungan pemilihan gubernur Jawa Barat.

Mitos pertama, setiap calon yang diunggulkan lembaga survei sebelum pemilihan, akan keok di pertarungan sesungguhnya. Mitos kedua, pemilihan gubernur Jawa Barat merupakan 'kuburan' para jenderal, bahwa setiap calon berlatar belakang militer tidak pernah menang di Pilgub Jawa Barat.

Dua mitos itu juga diyakini kawan saya yang ditunjuk menjadi anggota tim sukses salah satu pasangan calon gubernur yang akan berlaga 27 Juni nanti.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepada saya, kawan ini bercerita tentang bos-nya yang merasa tidak yakin bisa menang di Pilgub Jawa Barat. Salah satu penyebabnya, karena dua mitos itu.

"Kayaknya berat," begitulah keluhan sang bos kepadanya.

Si Bos, kata kawan saya, sudah memiliki hitungan sendiri yang membuatnya tak percaya diri untuk bertarung. Namun namanya juga politikus, si bos tak bisa menghindar.

Alhasil, meski setengah hati bertarung, di depan publik dia tetap tampil dengan kepercayaan diri penuh.

Kaos, spanduk, baliho dicetak dan disebar. Hampir setiap hari si bos berkeliling ke daerah-daerah di Jawa Barat. Mulai dari petani sampai kyai, pemuda sampai orangtua, dia temui.

Semua kegiatan didokumentasikan oleh tim sukses. Foto-foto pun disebarkan melalui media sosial. Pidato, atau kata-kata mutiara yang keluar dari mulutnya dicatat dan disebarluaskan ke komunitas wartawan dalam bentuk 'Siaran Pers.'

Tak hanya itu, saat debat pertama Pilgub Jabar digelar 12 Maret silam, si-Bos tampil tanpa sedikitpun menunjukkan keraguan.

"Topengnya banyak," kata kawan saya itu.

Meski ragu akan menang, si-Bos masih berharap ada mujizat di pertarungan mendatang. Masa depannya di Pilgub Jabar masih gelap, tapi, dia yakin pintu kemenangan juga belum tertutup-tertutup amat.

Dua Mitos

Pemilihan Gubernur di Jawa Barat akan digelar di 18 Kabupaten dan Sembilan Kota di Jawa Barat dan diikuti empat pasang calon.

Empat pasangan tersebut yakni Ridwan Kamil-Uu Ruzanul Ulum (Rindu) yang diusung PPP, PKB, NasDem, dan Hanura; Tubagus Hasanuddin-Anton Charliyan (Hasanah) yang diusung PDIP; Sudrajat- Ahmad Syaikhu (Asyik) diusung oleh Gerindra, PAN dan PKS, sementara pasangan terakhir adalah Deddy Mizwar dan Dedi Mulyadi (2DM) yang diusung partai Golkar, dan Demokrat.

Jumlah pemilih tetap di Pilgub Jawa Barat mendatang mencapai 31.735.133 orang, tersebar di 627 kecamatan, 5.957 desa/kelurahan dan akan memilih di 74.944 TPS.

Untuk menjadi pemenang Pilgub Jawa Barat para calon harus meraup suara terbanyak. Tidak ada putaran kedua seperti di DKI Jakarta. Untuk kontestasi empat pasang calon, minimal, bahasa formalnya, bisa ditetapkan sebagai pemenang bila mendapat suara 25 persen plus 1.

Hitung-hitungan persisnya, pasangan yang meraup 7.933.784 suara pasti akan menang. Tapi itu hitungan di atas kertas. Untuk meraih jumlah suara tersebut butuh kerja keras.

Sepanjang sejarah pelaksanaan pilgub langsung di Jawa Barat, tepatnya pada 2008 dan 2013, kebetulan atau tidak, memang kejadiannya seperti mitos-mitos yang diyakini bos kawan saya itu.

Mari lihat mitos pertama yaitu Pilgub Jabar sebagai 'kuburan jenderal'.

Tahun 2008 ada sosok berlatar belakang militer, Agum Gumelar, yang berpasangan dengan Nu'man Abdul Hakim yang kemudian kalah dari pasangan Ahmad Heryawan dan Dede Yusuf.

Pada 2013, lagi-lagi calon yang menyandang atribut jenderal kalah. Dikdik Mulyana Arief Mansur, seorang polisi berpangkat Irjen berpasangan dengan Cecep Nana Suryana Toyib dan maju melalui jalur Independen. Pada pemilihan lima tahun silam itu, pasangan Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar keluar menjadi pemenang Pilgub Jabar.

Soal mitos tentang jagoan lembaga survei juga begitu kenyataannya.

Pada pemilihan 2008, sejumlah lembaga survei --sejumlah ya, sekali lagi, bukan semua-- mayoritas menjagokan Agum-Nu'man. Namun dalam 'perang' sesungguhnya justru Ahmad Heryawan-Dede Yusuf yang unggul.

Begitupun 2013. Ahmad Heryawan yang ketika itu menjadi calon petahana tidak diunggulkan oleh sejumlah lembaga survei. Justru yang menjadi 'jagoan' lembaga survei adalah pasangan Dede Yusuf-Lex Laksmana. Tapi, lagi-lagi kenyataannya pasangan Aher-Deddy Mizwar yang menang. Bahkan, perolehan suara jagoan survei disalip oleh pasangan lain Rieke Dyah Pitaloka-Teten Masduki.

Lantas, bagaimana dengan Pilgub tahun 2018 kali ini, apakah dua mitos itu akan kembali terbukti?

Sebagai pemegang kartu tanda penduduk berlambang kujang alias Depok, saya jawab belum tentu. Bisa terbukti, bisa tidak. Lagipula, bukankah menurut politikus Jerman Otto Von Bismarck, politik adalah seni kemungkinan? Artinya semua peluang bisa terjadi.

Hingga satu bulan menjelang pencoblosan, sejumlah, --lagi lagi ingat, sejumlah-- lembaga survei telah merilis hasil surveinya.

Dari hasil survei enam lembaga survei sepanjang Maret hingga April 2018, pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum dan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi bersaing ketat.

Enam lembaga survei itu Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Indobarometer, Lembaga Kajian Pemilu Indonesia (LKPI), Cyrus Network,Litbang Kompas, dan LSI Denny JA.

Di luar enam lembaga survei tersebut, ada juga lembaga yang mengeluarkan rilis hasil survei tentang pemilihan gubernur Jawa Barat.

Tiga lembaga survei, Litbang Kompas, LSI Denny JA, dan LKPI mengunggulkan pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi, sedangkan tiga lainnya, Cyrus, SMRC, dan Indobarometer menempatkan pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum dalam urutan teratas.

Hasil survei jajak pendapat memperlihatkan belum ada pasangan calon yang mendominasi dan tidak ada satu pasangan pun yang dijagokan lembaga survei.

Lalu, apakah kita bisa menghakimi dan menarik kesimpulan, 'O pasangan ini diprediksi akan kalah, soalnya mereka kan selalu menang setiap survei'?"

Jelas, kesimpulan tersebut masih ngawur. Lembaga survei memiliki metodologi tersendiri dalam mengambil data. Tak jarang, ada lembaga survei yang digunakan untuk menggiring opini untuk memunculkan nama calon sebagai unggulan. Malah, katanya, ada lembaga survei yang merangkap menjadi tim sukses pasangan calon.

Mitos bahwa pemenang survei akan kalah sangat bergantung dari sudut pandang yang digunakan. Bila nantinya Deddy Mizwar menang, bisa saja dikatakan, Ridwan Kamil kalah karena mitos survei dia unggul di survei.

Namun, bila sebaliknya Ridwan Kamil menang, mitos itu digunakan sebagai dalih, Deddy Mizwar kalah karena mitos survei. Semua tergantung lembaga survei yang digunakan sebagai pijakan.

Kuburan Jenderal

Dari hasil survei enam lembaga survei itu, bisa saja anggapan soal kuburan jenderal akan terbukti di pertarungan sesungguhnya.

Ada dua pasangan yang 'mengandung' unsur jenderal yakni Sudrajat-Syaikhu, dan TB Hasanuddin-Anton Charliyan. Deddy Mizwar meskipun dikenal pernah memerankan Jenderal Naga Bonar, jelas tak masuk kategori ini.

Berdasarkan survei itu, seakan-akan para jenderal akan terkubur sebab keduanya selalu menempati urutan buncit dibanding dua calon lainnya. Tapi kesimpulan ini juga bisa dikategorikan 'jahat'.

Begini, ada faktor lain yang memungkinkan kedua calon itu berpeluang menang.

Dari hasil pemilihan umum legislatif di Jawa Barat tahun 2014, suara partai pengusung 'jenderal' Sudrajat unggul dibandingkan tiga pasangan lain.

Jumlah suara tiga partai pengusung pasangan Asyik di pemilu 2014, PKS (1.903.561 suara), Gerindra (2.378.762), PAN (1.390.407) totalnya, 5.672.730 suara.

Partai pengusung Deddy-Dedi berada di urutan kedua setelah Asyik, dengan raihan 5.471.643, yakni Demokrat (1.931.014 suara) dan Golkar (3.540.629).
Berikutnya perolehan suara partai pengusung 'Rindu' dengan total 5.400.829 suara, yakni Nasdem (1.035.729), PKB (1.572.724), Hanura (1.160.572), dan PPP (1.631.804)

Paling buncit adalah suara partai pengusung pasangan 'Hasanah', karena hanya diusung oleh satu partai yakni PDIP dengan 4.159.404 suara.

Di luar partai-partai pengusung, ada suara Partai Bulan Bintang (PBB) 368.478 dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) 119.748. Suara dua partai ini akan diperebutkan oleh empat pasang lain.

Melihat sejarah di pemilihan legislatif 2014, apabila mesin politik masing-masing partai bergerak maka mungkin saja Kuda Hitam berlatar jenderal akan muncul mendobrak mitos kuburan jenderal dan menjungkirbalikan mitos hasil survei.

Kita lihat saja nanti, apakah para jenderal itu mampu mematahkan mitos itu?

Ketika saya tanya lagi kawan saya tentang peluang bos-nya, dia hanya menjawab, "Semua sudah ada yang mengatur."

(vws)
LEBIH BANYAK DARI KOLUMNIS
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER