Jakarta, CNN Indonesia -- Guru Besar Ilmu Politik, Hukum, dan Ilmu Pemerintahan Universitas Parahyangan (Unpar) Asep Warlan sejatinya berharap debat kedua publik pemilihan gubernur (Pilgub) Jawa Barat (Jabar) bisa menampilkan jawaban-jawaban yang sederhana, lugas, dan menjawab substansi persoalan inti daerah.
Namun harapan itu belum nampak. Malah menurut Asep paslon nomor 1
Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum (Rindu) dan paslon nomor 4
Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi (Duo D) kerap menyalahkan waktu debat yang sedikit demi berkelit karena tidak bisa menjawab permasalahan lugas.
Menurut Asep, publik kurang menangkap esensi jawaban atas masalah Jabar yang dipaparkan Duo D. Padahal Deddy adalah petahana. Bahkan menurut Asep, Deddy kebanyakan menyodorkan
political entertainment dibanding substansi atau konsep.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Deddy kelihatan tidak bisa melepas karakter sebagai aktor atau artis. Akhirnya karena tidak bisa menjawab ya jalannya mencairkan suasana dengan gestur dan pernyataan yang kebanyakan tidak perlu," kata Asep kepada
CNNIndonesia.com, Selasa (15/5).
 Deddy Mizwar dinilai lebih menonjolkan political entertainment. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso) |
Salah satu yang disoroti Asep adalah terkait sikap Deddy yang malah memilih 'balik badan' saat dicecar soal target membereskan Citarum yang tak bisa ditepati. Menurut hemat Asep, Deddy memang ingin menjadikan debat sebagai ajang pengenalan atau pendekatan figur kepada pemilih, bukan bagian dari membahas subtansi masalah karena alasan waktu debat yang sedikit.
Menurut Asep, cara ini mungkin bisa merebut hari masyarakat kelas menengah ke bawah yang memang lebih suka menonton televisi untuk hiburan.
Sementara pasangannya, Dedi yang merupakan Bupati Purwakarta itu malah terlihat agak sibuk 'menangkis' kritikan dari paslon lain terhadap Deddy yang masih menjabat sebagai Wakil Gubernur Jabar itu.
"Jadi Dedi juga terlalu sibuk klarifikasi serangan ke Deddy. Memang dia bisa menjawab semua karena pengalamannya sebagai birokrat. Cuma konsep menjawab masalah Jabar terlupakan," tambah Asep.
 Ridwan Kamil dikiritik karena kerap mengaitkan Kota Bandung saat debat. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso) |
Sementara itu, untuk pasangan Rindu, komunikasi keduanya sudah terlihat baik dan beberapa substansi masalah sudah ada yang terjawab. Namun kelemahannya terletak pada Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil, yang kerap menghubungkan semua masalah Jabar dengan Kota Bandung yang saat ini masih ia pimpin.
"Padahal orang Bandung sendiri banyak yang kritik kalau kota mereka belum berhasil dibenahi. Jadi tidak usah apa-apa dibawa ke Bandung. Desa dan daerah lain di Jabar ini luas, bukan cuma Bandung. Kelihatannya Emil malah terkesan mau jadi Walikota lagi," tutur Asep.
Sayangnya kata Asep, kekurangan Emil soal Bandung tidak bisa ditutup oleh Uu yang masih menjabat sebagai Bupati Tasikmalaya. Seharusnya kompleksitas daerah-daerah di Jabar bisa dimanfaatkan oleh Uu yang memang daerah pengalaman mengurus pedesaan lebih baik ketimbang Emil yang 'jago' di kota.
Lebih lanjut, untuk paslon nomor urut 3
Sudrajat-Ahmad Syaikhu (Asyik) menurut Asep masih menggunakan komunikasi yang terlalu kaku. Asep mengkritik cara komunikasi keduanya yang kerap membaca catatan sehingga. Walau sudah mencoba membahas subtansi masalah namun terlihat tidak menguasai.
"Memang orang tua agak susah, jadi isinya bagus cuma terlalu
textbook. Spontanitas tidak ada, kebanyakan membaca," kata Asep.
Alih-alih, Asyik malah memamerkan kaus ganti presiden yang membuat ricuh ajang debat di Universitas Indonesia tersebut. Bawaslu kini tengah mendalami dugaan pelanggaran atas aksi bentang kaus ganti presiden tersebut.
 Pasangan Asyik dinilai masih terlalu kaku saat debat. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso) |
Untuk paslon nomor urut 2,
TB Hasanuddin-Anton Charlian (Hasanah), Asep menilai jika paslon Hasanah sudah memberikan terobosan-terobosan terkait program.
Kendati demikian, masih seperti debat perdana sebelumnya, keduanya terkesan memaksa saat menjawab ataupun menawarkan solusi atas masalah yang dimiliki Jabar. Dari sini, terlihat jika pengalaman soal birokrasi masih kurang dikuasai oleh kedua pasangan.
"Jadi jawabannya selalui didahului kata 'kudu'. Kudu bersih kudu jadi dan lainnya. Harusnya sebagai birokrat jawaban itu harus dikemas agar masyrakat bisa melihat substansinya," kata Asep.
(gil)