Surabaya, CNN Indonesia -- Kota Surabaya, Jawa Timur, tak lagi mencekam. Setelah diguncang serangkaian teror bom dalam dua hari terakhir, situasi di Kota Pahlawan pada hari ini, Selasa (15/5), perlahan kembali bergeliat normal. Orang-orang dan kendaraan ramai berlalu lalang baik di jalan utama maupun jalan-jalan kampung.
Di sejumlah ruas jalan mulai dari Jalan Diponegoro, Jalan Ngagel, Jalan Arjuno, kepadatan kendaraan terpantau sejak pagi sampai siang hari. Volume kepadatan memang takseperti hari-hari sebelum peristiwa teror. Tetapi bising mesin dan klakson mobil seolah menyatakan tekad Surabaya untuk segera bangkit.
Warga terlihat beraktivitas seperti biasa di perkampungannya masing-masing. Bahkan, penarik becak sudah kembali mangkal di depan Gereja Santa Maria Tak Bercela, salah satu lokasi ledakan bom bunuh diri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, dalam perjalanan ke rumah orang tua terduga pelaku bom bunuh diri di Mapolrestabes Surabaya,
CNNIndonesia.com sempat melihat spanduk bertuliskan 'Kami Tidak Takut Bom, Bom Bunuh Diri Bukan Jihad tapi Jahat' di salah satu sudut jalan kawasan Wonokromo.
Ketua RT 009, Kukuh Santoso mengatakan dirinya dan warga tak merasa takut dan khawatir setelah rentetan ledakan bom yang cukup besar di Surabaya.
"Kami enggak ada takut. Kami pasrah aja sama yang maha kuasa. Warga juga enggak takut," kata Wahyu kepada
CNNIndonesia.com.
Di tempat terpisah, Hadi Susanto mempertegas pernyataan Kukuh. Hadi bahkan telah menjalani aktivitas seperti biasa terhitung sejak Senin (14/5), atau sehari setelah bom mengguncang sejumlah gereja di Surabaya.
Keberanian Hadi tersebut patut diacungi jempol. Pasalnya, pada Senin itu, teror bom masih terjadi tepatnya di Mapolrestabes Surabaya, sekitar pukul 08.50 WIB.
Sehari sebelumnya, juga di pagi yang cerah, bom bunuh diri terjadi di Gereja Santa Maria Tak Bercela, Gereja Kristen Indonesia (GKI) dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS). Dan pada malam harinya ledakan bom terjadi di Rusunawa Wonocolo, Kabupaten Sidoarjo.
Berdasarkan data sementara dari Polda Jawa Timur, jumlah korban tewas dalam teror bom di Surabaya dan Sidoarjo mencapai 28 orang, baik dari terduga pelaku maupun warga. Sementara korban luka sebanyak 57 orang.
Hadi bekerja sebagai pengemudi ojek
online. Menurut dia, mati atau hidup seseorang berada di tangan Tuhan.
Keyakinan itulah yang membuat Hadi berani beraktivitas sehari setelah ledakan bom di tiga gereja di Surabaya. Hadi menyebut bila sudah waktunya meninggal, bagaimana pun caranya semua sudah diatur yang maha kuasa.
"Bismillah saja mas. Mati dan hidup, kan, Tuhan yang ngatur," ujar Hadi.
Tetapi tak semua warga Surabaya seperti Hadi.
Dia pun mengakui setelah ledakan bom di gereja dan Rusunawa Wonocolo, masyarakat banyak mengurangi aktivitasnya. Kondisi ruas jalan di Surabaya juga tak seramai hari-hari sebelum ledakan bom terjadi.
Muhammad Robbah Chumaydi, misalnya, mengaku lebih banyak mengambil orderan makanan, pasca-ledakan bom di tiga gereja pada Minggu pagi itu.
"Saya banyaknya ngambil go-food kemarin. Penumpang sepi," ujarnya.
Suselo, pengemudi ojek
online yang lain mengaku sempat dilarang sang istri untuk menarik penumpang sesaat setelah bom meledak sampai kemarin.
Ia mengatakan sang istri khawatir dan memintanya untuk tetap di rumah. Namun, hari ini, Suselo memutuskan kembali keluar.
Seperti warga Surabaya lain, Suselo mungkin juga meyakini kondisi kota sudah mulai kondusif usai diguncang rentetan bom bunuh diri.
(wis/gil)