Jakarta, CNN Indonesia -- Istri mendiang Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
Sinta Nuriyah Wahid meminta pemerintah segera mengevaluasi program deradikalisasi yang selama ini dijalankan. Hal ini menyikapi serangan
teror bom di Surabaya.
Dia juga meminta pemerintah mengungkap jaringan dan otak di balik teror bom bunuh diri, dengan tetap menghormati HAM dan proses hukum yang adil.
"Pemerintah harus mengevaluasi dan mengoptimalkan program deradikalisasi bagi para militan yang kembali dari luar negeri," kata Shinta dalam konferensi pers di Wahid Institute, Jakarta, Selasa (15/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sinta mewakili Gerakan Warga Lawan Terorisme yang resah dengan rentetan serangan teror bom di Surabaya sejak akhir pekan lalu.
Mereka mendesak pemerintah lebih proaktif dalam memulihkan dan memberikan rasa aman, serta perlindungan terhadap segenap masyarakat dari berbagai bentuk teror.
Selain itu, Gerakan ini juga mendesak pemerintah dan parlemen segera mengesahkan Revisi UU Anti-terorisme sebagai bagian dari sistem peradilan pidana yang didasarkan supermasi sipil dan sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia.
"Kami percaya bahwa persaudaraan anak bangsa akan terus menjadi lebih kokoh dalam menghadapi tantangan ini guna mempertahankan Indonesia berdasarkan Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI," kata Shinta.
Mereka juga meminta pemerintah mengevaluasi dan mengoptimalkan program deradikalisasi bagi para militan yang kembali dari luar negeri.
Gerakan Warga Lawan Terorisme ini terdiri dari berbagai tokoh lintas-iman, lintas-profesi seperti pekerja seni dan budaya, akademisi dan pendidik, serta masyarakat adat yang mengutuk keras tindak kejahatan terorisme.
Mereka menilai rangkaian aksi kejahatan teror yang terjadi di Rutan Mako Brimob Depok hingga bom bunuh diri di tiga gereja Surabaya, serta ledakan bom di Rusunawa Sidoarjo dan Polrestabes Surabaya telah melampaui batas kemanusiaan.
Sebanyak 28 orang yang terdiri masyarakt, aparat, dan pelaku meninggal dunia.
(pmg)