Jakarta, CNN Indonesia -- Kamis pada penghujung
Mei 1998, di salah satu sel sempit di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas I Cipinang, Jakarta, aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD)
Budiman Sudjatmiko sudah bangun sejak subuh.
Tiga aktivis PRD lainnya yang berbagi sel dengannya, Petrus Hari Hariyanto, I Gusti Anom Astika, dan Yakobus Eko Kurniawan, masih terlelap. Ketiganya adalah tahanan politik di era
Presiden Soeharto.
Selepas menjalankan salat subuh, Budiman bergegas mandi dan menjalani kebiasaan rutinnya; mendengarkan siaran berita melalui radio kecil yang terpasang di salah satu blok. Salah satu dari sedikit cara untuk mengetahui dunia.
"Kami waktu itu ada radio [di penjara], jadi teman-teman tahu perkembangan informasi dan Soeharto turun," kata dia, saat ditemui CNNIndonesia.com, di Jakarta, pada Kamis (15/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekitar pukul 08.30 WIB, radio itu mengabarkan bahwa akan ada siaran langsung atau
breaking news dari Istana Negara. Mendengar hal itu, Budiman lantas mengajak para tahanan lainnya untuk bersama-sama mendengarkan siaran langsung tersebut. Mereka pun berkerumun.
"Kita kelilingi radio itu agar bisa mendengar berita itu," kata Budiman.
Saat itu, para tahanan diselimuti tanya soal isi berita tersebut nantinya. Mereka berlomba memprediksi; Soeharto lengser, atau malah sebaliknya, Soeharto mengumumkan darurat militer di Indonesia pascaperistiwa kerusuhan dan demonstrasi di berbagai kota besar.
Sekitar pukul 09.00 WIB, berita itu menyiarkan suara Soeharto yang sedang berpidato untuk menyatakan dirinya berhenti dari jabatannya sebagai Presiden.
Sontak, seluruh tahanan politik di LP Cipinang bersorak gembira. Menurut Budiman, "suasana di ruangan tahanan itu layaknya selebrasi perayaan kemenangan".
Para tahanan saling bersalaman, berangkulan, hingga meneteskan air mata merayakan jatuhnya Soeharto.
 Momen pengunduran diri Soeharto sebagai Presiden RI sering dianggap sebagai puncak Reformasi 1998. (REUTERS) |
Tak berselang lama, Kepala LP Cipinang saat itu beserta beberapa sipir turut mendatangi sel tahananya dan mengucapkan selamat atas hasil dari perjuangan Budiman dan teman-temannya.
"Selamat ya mas, perjuanganya berhasil," kata Budiman, menirukan ucapan Kepala LP Cipinang kepadanya, ketika itu.
Budiman menyebut Kolonel Latief, tapol kasus G30S/PKI, menjadi sosok yang paling bersuka ria menyambut turunnya Soeharto dibanding tapol lainnya.
Dia yang sudah puluhan tahun dipenjara itu, sambil terpincang-pincang akibat penyakit stroke, menemuinya untuk mengatakan bahwa mimpinya terwujud.
"Dia [Latief] bilang ke saya, 'Soeharto turun, Soeharto turun, mimpi saya jadi kenyataan'," kata dia, sambil menirukan ucapan Latief.
Sebagai tanda bersyukur, Latief lantas mengumpulkan para tapol dan tahanan umum lainnya untuk berpesta. Bentuknya, menyembelih dan membakar beberapa bebek. Meski tak terlalu mewah, katanya, para tahanan sangat menikmati hidangan tersebut.
Bebek-bebek itu diambil dari kandang ternak yang biasa dikelola Latief dalam menghabiskan waktunya di penjara. Latief sendiri mengisi kesibukan di penjara dengan mengikuti bidang kerja peternakan dan penulisan buku.
Daging-daging Bebek itu pun kemudian dibagi-bagikan kepada para tahanan lainnya yang tak sempat mengikuti pesta itu secara langsung.
"Kita dengan tahanan-tahanan politik lainnya merayakan kita potong bebek, karena pas itu Pak Latief dia melihara bebek dan kemudian dia minta syukuran bareng-bareng, bahkan tahanan-tahanan di blok-blok lain dateng semua," kata Budiman.
Saking bersuka citanya, ia menyamakan suasana hari pertama di LP Cipinang pascajatuhnya Soeharto bak perayaan Idul Fitri atau 'Hari Kemenangan' bagi para Tapol.
Sejak lama lengsernya Soeharto menjadi harapan terbesar Budiman dan para Tapol lainnya.
 Sri Bintang Pamungkas adalah salah satu tahanan politik yang dipenjarakan di era Soeharto. (REUTERS) |
Budiman mengaku sudah memperediksi bahwa krisis multidimensi seperti krisis moneter dan peristiwa berdarah di Trisakti bakal melengserkan Soeharto dalam waktu dekat. Terlebih lagi, ada korban jiwa yang tak sedikit yang membuat gelombang massa terus bermunculan dan membesar menuntut Soeharto turun.
"Nah benar nih, setelah terjadi krisis politik sekarang mulai terjadi krisis ekonomi. Saya yakin bahwa kami bakal lebih cepat [keluar penjara] dan kami bisa melakukan proses demokratisasi," kata Budiman.
Sarang Penentang
Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya, di Istana Negara, Jakarta, 21 Mei 1998. Tanggal ini menjadi penanda simbolik runtuhnya Orde Baru.
Budiman sendiri dikurung di tempat itu sebagai tapol Orde Baru sejak Mei 1997 hingga 1999. Menurutnya, LP Cipinang merupakan simbol kediktatoran Soeharto. Tempat itu berfungsi sebagai 'penampung akhir' para penentangnya.
Di antaranya, Xanana Gusmao, yang kini menjabat Presiden Timor Leste; aktivis Sri Bintang Pamungkas, aktivis Mochtar Pakpahan, hingga para aktivis PRD.
Budiman ketika itu ditangkap atas tuduhan 'makar' akibat keterlibatannya dalam peristiwa 27 Juli 1996 di kantor PDI, Jalan Diponegoro, Jakarta. Ia juga dikenal sebagai Ketua Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang dianggap merongrong Orde Baru.
"Begitu kami di LP Cipinang kami ketemu ada banyak tahanan politik ada kasus G30S, peristiwa Lampung, ada yang divonis 30 tahun; mereka tua di sana, ada yang divonis 25 tahun. Saya masih [divonis] 15 tahun, masih sedikitlah," selorohnya, yang kini menjadi Anggota Komisi II DPR itu.
 Budiman Sudjatmiko dan aktivis PRD lainnya dipenjarakan atas tuduhan mendalangi kerusuhan 27 Juli 1996. (REUTERS) |
Selain dirinya, ada delapan aktivis PRD lain yang ditahan di tempat yang sama. Yakni, Petrus Hari Hariyanto, Anom, Kurniawan, Wilson, Ignatius Pranowo, Garda Sembiring, Suroso, dan Ken Budha Kusumandaru.
Jauh sebelum Soeharto mundur, tingginya tembok penjara LP Cipinang tak mengalangi aktivitas politik Budiman bersama pengurus PRD lainnya untuk menentang dan menumbangkan rezim orde baru saat itu.
Sejak masuk penjara di tahun 1996, Budiman bersama pengurus PRD lainnya yang tak dipenjara tetap melakukan komunikasi dan konsolidasi secara 'underground' atau sembunyi-sembunyi dari dalam penjara agar roda organisasi dan tujuan melengserkan Seoharto tetap berjalan.
Budiman bercerita bahwa para anggota PRD memanfaatkan jam besuk penjara tiap hari Rabu dan Kamis untuk berkonsolidasi dan saling bertukar infomasi penting dengan rekannya sesama pegiat PRD di lapangan.
Dia mengaku sempat membuat pidato serta memberikan saran dan rekomendasi tentang arah dan tujuan perjuangan agar PRD dengan cara membuat catatan kecil yang diselundupkan agar PRD tetap bertahan dalam garis perjuangannya.
"Mereka [anggota PRD] biasanya laporan perkembangan di luar, informasi dari luar ke dalam diselundupkan, kami baca, tapi tidak detail, hanya garis besar. Paling kita kasih catatan kecil ke mereka semacam saran dan rekomendasi terus diselundupkan," tuturnya.
 Reformasi 98 menelan korban jiwa yaitu mahasiswa Trisakti yang ditembak ketika sedang berdemonstrasi. (Dok. CNN Indonesia) |
Menyusun Gerakan di PenjaraSetelah saling bertukar informasi, Budiman lantas saling berdiskusi dengan pengurus PRD lainnya yang berada di dalam penjara untuk menyusun sikap dan strategi merespons kendala di lapangan.
"Jadi setiap mereka besuk dan pulang, itu tiap malam kami di penjara satu ruangan kan 3-4 orang, terus informasi yang kita dapatkan itu kita diskusikan lagi," kata Budiman.
Budiman juga mengatakan bahwa informasi soal pergerakan mahasiswa yang mulai menguat menentang Soeharto di awal 1998 turut ia dapatkan dari kurir atau rekan sesama aktivis PRD yang rutin datang setiap pekan ke LP Cipinang.
"Jadi informasi itu pakai mereka [kurir dari luar]. Selain itu kita juga sering dengerin radio siaran berita, gerakan-gerakan mahasiswa muncul kami dengar dari radio juga. Kita dengerin pergerakan mahasiswa dari kota ini, kota itu," kata dia.
Sesudah Soeharto lengser, Budiman beserta delapan aktivis PRD lainnya menjalani masa penahanan sekitar tiga tahun di LP Cipinang. Presiden Abdurraham Wahid atau Gus Dur memberikan amnesti. Para aktivis kemudian kembali melanjutkan perjuangannya dari luar dinding penjara.
[Gambas:Video CNN] (arh/asa)