Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa kasus serangan bom Thamrin
Aman Abdurrahman dengan hukuman mati. Mereka mempunyai sejumlah alasan mengajukan tuntutan itu kepada majelis hakim.
"Terdakwa merupakan residivis dalam kasus terorisme yang membahayakan kehidupan kemanusiaan," kata Jaksa Mayasari saat membacakan berkas tuntutan Aman, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (17/5).
Jaksa juga percaya bahwa Aman merupakan penggagas, pembentuk, dan pendiri Jamaah Anshorut Daulah (JAD). Organisasi ini tidak mengakui Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Organisasi (JAD) yang jelas-jelas menentang NKRI yang dianggapnya kafir dan harus diperangi," ujar Jaksa Mayasari.
Jaksa pun meyakini Aman sebagai pemimpin JAD menggerakkan pengikutnya untuk melakukan serangan teror, melalui dalil-dalilnya sehingga menimbulkan banyak korban.
Aman termasuk dianggap menjadi dalang serangan bom di Gereja Oikumene Jalan Cipto Mangunkusumo Kelurahan Sengkotek, Kecamatan Loa Janan Ilir, pada 13 November 2016 lalu. Akibat kejadian itu terdapat korban meninggal dan luka berat merupakan anak-anak.
"Perbuatan terdakwa telah menghilangkan masa depan seorang anak yang meninggal di tempat kejadian dalam kondisi cukup mengenaskan dengan luka bakar lebih 90 persen, serta lima anak mengalami luka berat yang dalam kondisi luka bakar dan sulit dipulihkan kembali seperti semula," ujar Jaksa Mayasari.
Kemudian, Aman juga dianggap sengaja menyebar ajaran radikalnya melalui Internet. Dia memuat ajaran itu dalam blog www.millaibrahim.wordpress dan dapat diakses banyak orang.
"Sehingga dapat memengaruhi banyak orang," ujar Jaksa Mayasari.
Dalam tuntutan, jaksa menilai tidak ada hal meringankan hukuman bagi Aman.
"Menurut kami tidak ditemukan hal-hal yang meringankan dalam perbuatan terdakwa," tutup Jaksa.
Aman dianggap terbukti melanggar dakwaan primer dan sekunder.
Dalam dakwaan primer, Aman dijerat dengan pasal 14 juncto pasal 6, subsider pasal 15 juncto pasal UU Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dengan ancama pidana penjara seumur hidup atau hukuman mati.
Sementara dalam dakwaan sekunder, Aman didakwa dengan pasal 14 juncto pasal 7, subsider pasal 15 juncto pasal 7 UU Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dengan ancaman pidana penjara seumur hidup.
(ayp/gil)