Jakarta, CNN Indonesia -- Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ma'ruf Amin mengingatkan bahwa sistem khilafah ditolak di Indonesia karena bertentangan dengan kesepakatan di awal pendirian negara.
Islam di Indonesia, kata dia, adalah Islam yang memiliki kesepakatan (Islam mitsab). Sementara, Arab Saudi menerapkan Islam kaffah atau utuh.
"Kesepakatan kita Indonesia merupakan pemerintahan yang republik. Kalau [sistemnya] itu khilafah atau keamiran, itu ditolak bukan karena mereka Islami, tapi bertentangan dengan kesepakatan," jelasnya, pada acara Silaturahim Nahdlatul Ulama Sedunia ke-17 di Jarwal, Mekkah, Sabtu (18/8), dikutip dari
Antara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI)
itu mengatakan NU punya tanggung jawab kenegaraan.
Alhasil, NU harus
sehingga harus meneruskan perjuangan dengan menjaga Indonesia dari pemikiran yang menyimpang dari kesepakatan itu.
"NU menjaga negara ini. Negara yang sudah kita sepakati," ucap Ma'ruf, yang juga bakal calon wakil presiden untuk Pemilu 2019 itu.
Ma'ruf mencontohkannya dengan upaya yang dilakukan oleh pendiri NU, yakni Hasyim Asyari, yang pernah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
"Dulu Kiai Hasyim Asyari membela negara ini melalui fatwa yang terkenal, yakni fatwa jihad," kata dia.
NU, Ma'ruf menambahkan, juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga Islam "ahlussunnah wal jamaah".
"Ada yang 'ngaku-ngaku' ahlusunnah tapi bilang Kiai Hasyim itu sesat. Nah, itu tidak sesuai sebagaimana kitab-kitab yang dipegang oleh NU," kata dia.
Sebelumnya, dorongan pembentukan negara berdasarkan syariat Islam atau khilafah menggema, terutama melalui media sosial dan dalam sejumlah demonstrasi.
Misalnya, demonstrasi menolak pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
(arh)