Jakarta, CNN Indonesia -- Tujuh kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT) saat ini mengalami kekeringan ekstrem. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kupang menyarankan warga menghemat penggunaan air sehari-hari ataupun untuk pertanian dan ternak.
Berdasarkan hasil pantauan Hari Tanpa Hujan (HTH) berturut-turut selama periode dasarian II Agustus 2018, Kepala BMKG Kupang Apolonaris Geru menjelaskan ketujuh kabupaten yang dilanda kekeringan ekstrem adalah Nagekeo, Ende, Lembata, Sumba Timur, Belu, Rote Ndao, dan Kupang.
Status HTH pada ketujuh kabupaten itu biasanya sangat pendek (1-5 hari) dan menengah (11-21 hari).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, pada wilayah tertentu di NTT, ada yang mengalami kekeringan lebih ekstrem dengan HTH lebih dari 60 hari. Wilayah yang dimaksud adalah Danga dan Rendu di Kabupaten Nagekeo, Sokoria di Kabupaten Ende, Wairiang di Kabupaten Lembata, serta Rambangaru dan Lambanapu di Kabupaten Sumba Timur.
Bukan hanya itu, wilayah lain yang mengalami serupa yakni di Olafulihaa di Kabupaten Rote Ndao, Fatulotu di Kabupaten Belu, Hueknutu dan Sulamu di Kabupaten Kupang.
"Masyarakat NTT harus hemat dalam penggunaan air agar tidak dilanda krisis air bersih," kata Apolonaris, disitat dari Antara.
Penghematan disarankan agar masyarakat tidak kesulitan mendapatkan air bersih. Pemerintah yang dikatakan sudah berpengalaman tentang situasi kekeringan di NTT diyakini sudah memiliki persiapan, namun menurut Apolonaris mesti dibantu kesadaran masyarakat.
 Ilustrasi waduk mengering. (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha) |
Sementara itu, kekeringan kritis juga melanda 42 desa di Kabupaten Sampang, Madura. Kabupaten ini berpenduduk sekitar 4 juta jiwa. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sampang Anang Djoenaedi mengatakan kekeringan itu tersebar di 12 kecamatan.
"Ke-42 desa yang mengalami kekeringan dan kekurangan air bersih kali ini tersebar di 12 kecamatan dari total 14 kecamatan yang ada di Kabupaten Sampang ini," kata Anang di Sampang, dilansir
Antara, Sabtu.
Total jumlah desa yang terdata mengalami kekeringan hingga 25 Agustus 2018 ini sebanyak 46 desa. Sebanyak 42 desa di antaranya mengalami kekeringan kritis, sedang dua desa sisanya mengalami kekeringan langka.
Kekeringan kritis ini terjadi, karena pemenuhan air di lokasi kejadian itu mencapai 10 liter lebih per orang per hari, dan jarak yang ditempuh masyarakat untuk mendapatkan ketersediaan air bersih sejauh 3 kilometer bahkan lebih.
Sementara yang dimaksud dengan kering langka, kebutuhan air di desa itu di bawah 10 liter saja per orang, per hari. Jarak tempuh dari rumah warga ke sumber mata air terdekat, sekitar 0,5 kilometer hingga 3 kilometer.
Sebagian warga desa yang dilanda kekeringan itu terpaksa mandi dan mencuci dengan air keruh, karena sumber mata air di sumur-sumur warga telah mengering.
Kepala BPBD Pemkab Sampang menyatakan telah menetapkan status darurat kekeringan di 42 desa yang mengalami kekeringan dan kekurangan air bersih itu.
"Sesuai prakiraan Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) kemarau masih akan berlangsung hingga akhir Oktober 2018," katanya.
(fea/pmg)