Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Setara Institute Hendardi menyatakan bahwa kegiatan deklarasi
#2019GantiPresiden merupakan bentuk aspirasi politik yang berhak diekspresikan masyarakat. Pelarangan terhadap kebebasan ekspresi bertabrakan dengan UUD 1945.
"Secara normatif, aspirasi tersebut biasa saja, bahkan penyampaiannya di muka umum merupakan hak yang dijamin oleh konstitusi karena UUD 1945, menjamin kebebasan berpendapat dan berkumpul," ucap Hendardi melalui siaran pers, Senin (27/8).
Hendardi mengamini deklarasi #2019GantiPresiden cenderung berbau kampanye lantaran mempengaruhi pilihan warga negara pada kontestasi politik Pilpres 2019. Deklarasi pun dilakukan di ruang terbuka dan kerap melibatkan banyak orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu, apabila kebebasan berekspresi dipasung, sama saja tidak sesuai dengan semangat demokrasi Indonesia. Hendardi mengatakan tidak hanya UUD 1945 yang menjamin kebebasan berpendapat, tetapi ada pula undang-undang lain yang mengatur.
"Secara operasional hak untuk bebas berpendapat dan berkumpul dijamin dalam UU No 39 tahun 1999 tentang HAM dan UU No 9 tahun 1998 tentang Tata Cara Mengemukakan Pendapat di Muka Umum," ujar Hendardi.
Hendardi lalu mengatakan bahwa kepolisian memang berwenang untuk melarang kegiatan deklarasi #2019GantiPresiden atau kegiatan serupa yang melibatkan banyak peserta di ruang publik. Kepolisian berwenang melarang jika ada alasan-alasan rasional dan objektif.
Alasan yang dimaksud dapat berupa potensi instabilitas keamanan atau potensi pelanggaran hukum yang sesuai dengan pendapat ahli hukum.
Untuk menjaga akuntabilitas kerja, aparat keamanan harus menyampaikan alasan-alasan pembatalan itu pada masyarakat yang hendak menyelenggarakan kegiatan.
Penggunaan alasan-alasan tersebut merupakan hak subyektif institusi keamanan berdasarkan UU No 9 tahun 1998 dan peraturan turunannya.
"Tindakan aparat keamanan yang melarang beberapa acara tersebut dapat dibenarkan, jika betul-betul terdapat alasan obyektif yang membenarkannya," kata Hendardi.
Meski begitu, masyarakat pun bisa mengugat apabila rencana kegiatannya dilarang kepolisian. Hendardi mengatakan hal itu bisa ditempuh berbekal UU No 9 tahun 1998, Peraturan Pemerintah No 60 tahun 2017 tentang Tata Cara Perizinan dan Pengawasan Kegiatan Keramaian Umum, Kegiatan Masyarakat Lainnya, dan Pemberitahuan Kegiatan Politik, serta sejumlah aturan lain.
"Maka jika masyarakat tidak menerima langkah pembatalan, maka bisa mempersoalkannya melalui mekanisme hukum," ujar Hendardi.
Hendari kemudian mengatakan alangkah baiknya masyarakat juga menjaga sikap. Demi menghindari kegaduhan, masyarakat sebaiknya memilih diksi kampanye yang tidak memperkuat kebencian pada pasangan calon lain, karena seharusnya Pilpres harus jadi kontestasi pertempuran gagasan.
(osc/asa)