Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua DPR
Fahri Hamzah menduga ada peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam surat edaran KPU pusat ke KPU daerah terkait penundaan atas putusan Bawaslu terhadap bakal calon anggota legislatif mantan narapidana korupsi.
"Jadi KPU dugaan saya diancam KPK, makanya dia takut mesti ikut KPK," kata Fahri di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (3/9).
Menurutnya, terminologi caleg koruptor yang digunakan tidak tepat, karena seseorang mantan narapidana korupsi yang telah selesai menjalankan hukuman sudah kembali menjadi manusia biasa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tolong KPK, KPU, belajar hukum lagi. Belajar hukum yang benar. Yang benar hukumnya Bawaslu, benar itu," katanya.
Fahri mengatakan KPU tidak boleh menambah norma baru dalam Peraturan KPU yang tidak diatur dalam UU Pemilu. Norma pelarangan terhadap eks koruptor pun dituding sebagai bentuk ancaman dari KPK.
"Jadi KPK itu lebih efektif membuat norma hukum daripada lembaga legislatif, karena dia ngancam sana kemari," katanya.
Sebelumnya, KPU menyatakan eks napi koruptor tidak bisa menjadi caleg jika keputusan uji materi UU Pemilu di MK dan uji materi Peraturan KPU di MA tidak keluar sebelum batas akhir pengumuman Daftar Caleg Tetap pada 23 September 2019.
Menurut Ketua KPU Arief Budiman, batalnya eks koruptor sebagai caleg sesuai dengan ketentuan di dalam PKPU yang belaku.
"Statusnya jelas, berdasarkan PKPU," ujar Arief di Gedung DPR, Jakarta, Senin (3/9).
Pasal 4 PKPU Nomor 20 tahun 2018 mengimbau parpol tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi untuk menjadi bakal caleg.
(pmg/gil)