Walhi 'Lawan' SK Menteri ESDM soal Tambang Batubara di PTUN

Kustin Ayuwuragil | CNN Indonesia
Rabu, 05 Sep 2018 01:40 WIB
Walhi menyebut SK Menteri ESDM soal tambang batubara di Kalimantan Selatan bisa dijadikan senjata untuk mengangkangi wilayah yang belum mendapatkan amdal.
Ilustrasi tambang batubara. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sidang lanjutan dari kasus gugatan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) kepada Menteri ESDM terkait Keputusan menteri bernomor 441.K/30/DJB/2017 telah memasuki sidang ke-15. Dalam sidang yang digelar pada Selasa (4/9) di PTUN Jakata Timur, masing-masing pihak menghadirkan saksi ahli.


Ahli dari tergugat (menteri ESDM) menghadirkan Sony Heru, Kepala Seksi Penyusunan Peraturan Perundang-undangan kementerian ESDM. Sementara pihak Tim Advokasi Pengabdi Lingkungan Hidup menghadirkan Ahmad Redi, selaku ahli hukum pertambangan dari fakultas hukum universitas tarumanegara negara.

Dalam kesaksiannya, Sony mengatakan bahwa SK Menteri tidak serta merta akan langsung membuat perusahaan pemiliknya, dalam hal ini PT. Mantimin Coal Mining (MCM), ke tahap operasi produksi. Masih ada syarat-syarat lain yang harus dipenuhi perusahaan sebelum melakukan proses penambangan batubara. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Menurut UU nomor 4 tahun 2009, pemegang izin pertambangan itu hanya bisa melakukan kegiatan setelah mereka mendapat izin," kata Sony dalam kesaksiannya di PTUN Jakarta Timur, Selasa (4/9). 


Jadi, imbuh Sony, tidak secara otomatis perusahaan yang mendapatkan izin pertambangan langsung bisa melakukan pertambangan. Menurutnya, ada kontrak hukum yang lain yang mengatur tentang pemanfaatan kekayaan negara.

Selain itu dia juga mengatakan bahwa SK Menteri tersebut hanyalah salah satu dari syarat operasional perusahaan tambang. Untuk penerbitannya belum diperlukan amdal atau izin lingkungan.

Hal itu dibantah dengan kesaksian Ahmad yang menyatakan sebaliknya. Dia meyakini bahwa izin-izin tersebut dibutuhkan sebelum SK Menteri diturunkan. Hal ini untuk memastikan perusahaan telah melakukan kewajibannya sebelum mendapatkan izin.

"Untuk mendapatkan SK Menteri, perusahaan harus memenuhi persyaratan administrasi, teknis, lingkungan, dan finansial. Artinya amdal harus ada. Tanpa amdal, IUP tidak dapat diberikan, termasuk peningakatan tahapan PKP2B atau KK (kontrak karya)," ujarnya dalam persidangan. 


Menanggapi hal tersebut, Judianto Simanjuntak, tim advokasi pengabdi lingkungan hidup dari yayasan mengatakan bahwa keluarnya SK Menteri tanpa amdal cukup aneh. Padahal, SK tersebut bisa dijadikan "senjata" untuk mengangkangi wilayah yang belum mendapatkan amdal.

"Ada SK ini kan ditujukan kepada MCM artinya kan sudah final konkret dan individual. Artinya kan dituju pada suatu perusahaan. Di sana ini kan ada hutan desa berdasarkan SK menteri lingkungan itu diberikan SK hutan desa. Ini jadi persoalan ketika tadi dinyatakan kalau clean and clear padahal di sana ada hutan desa," kata Judianto kepada CNNIndonesia.com usai persidangan.

Sebelumnya, Walhi mencatat bahwa Izin keluar sama sekali tak melibatkan masyarakat daerah yang terkena operasi penambangan batubara di lahan seluas 5.908 hektar, yang meliputi Kabupaten Tabalong, Balangan dan Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan.

Padahal, pembukaan Pengunungan Meratus untuk tambang batubara dapat menganggu tangkapan air dan sumber air yang selama ini menjadi sandaran kehidupan masyarakat di tiga kabupaten tersebut. Warga telah membuat petisi penolakan terhadap pemberian izin itu.

(dal)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER