Jakarta, CNN Indonesia -- DPRD DKI Jakarta sepakat dengan usulan Pemprov untuk menaikkan dana bagi RT, RW, Lembaga Musyarawah Kelurahan (LMK) dan Dewan Kota/Kabupaten di wilayah Jakarta.
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi telah mengetok palu sebagai tanda disetujui kenaikan dana tersebut dalam anggaran APBD Perubahan 2018.
Dalam penjelasannya, Kepala Biro Tata Pemerintahan (Tapem) Premi Lasari menyampaikan uang operasional untuk RT naik dari Rp1,5 juta menjadi Rp2 juta. Sedangkan uang operasional RW naik dari Rp2 juta menjadi Rp2,5 juta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Premi uang tersebut digunakan untuk tugas kegiatan RT dan RW. Ia menambahkan uang tersebut bukan untuk uang pribadi para Ketua RT maklum Ketua RW.
"Tapi untuk uang penyelenggaraan tugas yang bersifat kolektif pengurus RT dan RW dalam menyelenggarakan tugas-tugas fungsi RT dan RW," tutur Premi dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jumat (7/9).
Untuk LMK, uang kehormatan yang mulanya Rp1,5 juta per bulan berubah jadi Rp1 juta per orang per bulan. Khusus LMK di Kepulauan Seribu, uang kehormatan tetap Rp1 juta per orang per bulan.
Pengalihan anggaran tersebut membutuhkan nomenklatur pada Perda Nomor 5 Tahun 2010 tentang LMK.
Lalu uang operasional LMK senilai Rp1 juta per kelurahan per bulan akan dinaikkan tiga kali lipat. Anggaran itu diubah namanya jadi biaya kesekretariatan dengan anggaran Rp3 juta per kelurahan per bulan.
Anggaran untuk Dewan Kota juga naik dari Rp3,1 juta per orang per bulan jadi Rp6 juta per orang per bulan. Namun, kenaikan itu dibarengi penghapusan biaya transportasi sebesar Rp1,75 juta per anggota per bulan.
Serta biaya transportasi yang awalnya Rp 1,75 juta per anggota per bulan diusulkan dan Rp 2 juta untuk yang di Kepulauan Seribu, dihapus.
"Kami telah menghitung penambahan anggaran untuk kegiatan uang penyelenggaraan tugas RT dan RW per bulan itu sebesar Rp 16.574.000.000, sedangkan untuk penambahan anggaran untuk LMK per bulan itu sebesar Rp 1.889.000.000," tutur Premi.
"Sedangkan penambahan untuk anggaran Dewan Kota Rp 83.600.000, ini adalah hitungan per bulan," imbuhnya.
DPRD DKI menyetujui usulan anggaran tersebut dengan catatan Pemprov DKI menerima rekomendasi dari Komisi A. Rekomendasi tersebut sebelumnya telah dibahas dalam rapat per komisi DPRD.
Premi pun menyanggupi untuk menerima dan menjalankan rekomendasi dari komisi A. "Siap, bisa (menerima rekomendasi)," ujar Premi.
Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
Dana Pendamping Musrenbang DihapusPrasetio Edi Marsudi mengatakan alasan pencoretan anggaran pendamping rapat Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) karena tidak ada kepentingan mendesak.
"Kepentingan krusialnya apa?" kata Prasetio di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jumat (7/9).
Ia pun heran mengapa Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah kembali mengangkat soal gaji pendamping dalam rapat Badan Anggaran (Banggar).
Padahal, dalam rapat Banggar malam tadi telah memutuskan untuk mencoret anggaran pendamping senilai lebih dari Rp1 miliar dalam APBP Perubahan 2018.
"Saya enggak tahu di belakangnya ada apa nih, kita enggak mengerti tapi intinya saya akan drop, enggak akan saya kasih gitu saja," tuturnya.
Prasetio menyatakan tidak akan meloloskan anggaran untuk pendamping RW meski Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah mengeluarkan aturan terkait hal itu.
Hal itu diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 81 Tahun 2018 tentang Satuan Biaya Khusus untuk Kegiatan Rembuk Rukun Warga dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) dalam Rangka Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah.
"Silakan saja Pergub tapi kalau enggak rasional buat kita ini kan enggak akan kasih," ujar Anies.
Prasetio menambahkan pendamping RW tersebut tidak memiliki peran penting dalam Musrenbang. Justru menurutnya, tugas pendamping tersebut akan tumpang tindih dengan yang lainnya.
"Jangan menjadikan raja-raja kecil di wilayah, akhirnya tumpang tindih, enggak ada kerjaan, hasilnya juga enggak ada," kata Prasetio.
 Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. (CNN Indonesia/Patricia Diah Ayu Saraswati) |
Pemprov DKI Jakarta bersikukuh mempertahankan anggaran pendampingan Musrenbang tersebut. Padahal anggaran itu sudah dicoret DPRD DKI Jakarta dalam pembahasan di rapat sebelumnya.
"Hasil observasi teman-teman Bappeda, bahwa selama ini kendalanya banyak tenaga yang kurang terampil dalam pola kerja musrenbang ini. Mohon berkenan kiranya pimpinan menyetujui anggaran pendampingan tingkat RW," kata Sekretaris Daerah DKI Saefullah dalam rapat yang digelar di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jumat (7/9).
"Terima kasih, Pak Sekda, tapi kemarin sudah saya ketok. Sudah saya putuskan, jadi tidak bisa diterima," ucap Prasetio.
Meski menolak, akhirnya DPRD memberi kesempatan bagi Pemprov DKI untuk menjelaskan alasan pengajuan kembali anggaran tersebut.
"Ya, kalau mendengarkan boleh, tapi disetujui tidak bisa karena saya sudah ketok," tutur Prasetio.
Kepala Bagian Perencanaan dan Pendanaan Pembangunan DKI Jakarta Agus Sanyoto menyebut anggaran yang diajukan dalam APBD-P 2018 bukan honor pendampingan. Namun uang pelatihan calon pendamping Musrenbang.
Untuk honor pendamping, baru akan dianggarkan pada APBD 2019 untuk Musrenbang 2020.
"Jumlah RW ada 2.737. Nilai rupiahnya Rp1,6 miliar di 2018. Selebihnya dianggarkan di 2019," jelas Agus.
Nantinya, kata Agus, diharapkan pendamping itu bisa membantu pejabat RW untuk memutuskan aspirasi warga yang ditampung untuk APBD.
Hal ini diajukan Bappeda menyusul rendahnya serapan aspirasi warga dalam pembahasan di Musrenbang.
"Konsep besarnya kita prihatin terhadap serapan rembuk RW di RKPD, serapan kita 45 persen. Tahun kemarin kami melakukan percontohan di 17 kelurahan. Hasilnya ternyata ketika dievaluasi, meningkatkan serapan 69 persen," ujarnya.
Komisi A telah menolak mengabulkan permintaan anggaran itu. Mereka beralasan ide itu akan menimbulkan kerancuan birokrasi.
Dengan ada pendamping itu, Komisi A menilai proses Musrenbang akan semakin lama. Sebab pengambil keputusan bertambah banyak. Selain itu tidak ada jaminam di kemudian hari serapan akan naik saat sudah digelontorkan dana lebih dari Rp1 miliar.
"Drop, coret! Enggak ada manfaatnya buat masyarakat," tegas Anggota Komisi A Gembong Warsono.
(pmg/gil)