Jakarta, CNN Indonesia --
Mahkamah Agung (MA) telah memutus 12 gugatan uji materi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang larangan
eks narapidana kasus korupsi mendaftar sebagai calon legislatif. Dari 12 gugatan tersebut, MA hanya menerima dua permohonan atas nama Lucianty dan Jumanto.
"Jadi dari 12 gugatan itu hanya dua yang diterima, sedangkan 10 sisanya ditolak," ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah di gedung MA, Jakarta, Senin (17/9).
Meski ditolak, kata Abdullah, putusan MA yang membolehkan eks napi kasus korupsi mendaftar caleg tetap berlaku bagi seluruh pemohon.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebab, sejumlah gugatan uji materi itu umumnya ditolak bukan karena persoalan substansi melainkan telah diputuskan dalam perkara sebelumnya dan ada kesalahan objek permohonan.
"Karena yang dibatalkan aturannya (PKPU) maka ini tetap berlaku pada yang lain," katanya.
Kendati meloloskan eks napi kasus korupsi mendaftar caleg, Abdullah mengklaim MA tetap konsisten dalam pemberantasan korupsi. Hal ini, menurutnya, terlihat dari sejumlah putusan perkara korupsi yang hukuman pidananya rata-rata dinaikkan dalam tingkat kasasi.
"Ini membuktikan bahwa MA tetap komitmen. Hanya saja persoalan ini kan menyangkut hak asasi warga negara untuk dipilih dan memilih," tutur Abdullah.
Ia mengatakan, alasan MA mengabulkan gugatan pemohon lantaran aturan PKPU itu bertentangan dengan UU 7/2017 tentang Pemilu.
"Secara substansi MA sependapat dengan KPU, tapi secara norma harus diatur dalam UU, bukan di pelaksanaan (PKPU)," imbuhnya.
Sebelumnya, larangan soal eks napi kasus korupsi dilarang mendaftar jadi caleg itu digugat 12 pemohon. Selain Lucianty dan Jumanto, larangan itu juga digugat Wa Ode Nurhayati, M Taufik, Djekmon Amisi, Abdulah Puteh, Mansyur Masie Abunawas, Abdul Gani Aup dkk, Usman Effendi, dan Ririn Rosyana.
(pris/kid)