Jakarta, CNN Indonesia -- Hampir tiga pekan pascagempa dan tsunami mengguncang
Sulawesi Tengah pada 28 September, pemerintah melakukan upaya antisipasi penyebaran penyakit di wilayah yang mengalami likuefaksi atau tanah bergerak di Kota
Palu dan Kabupaten Sigi.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (
BNPB), Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Kementerian Kesehatan dan Kesehatan TNI melalui
waterbombing atau pengeboman material disinfektan ke daerah-daerah tersebut.
"Pengeboman dipilih karena dinilai efektif dalam mencakup wilayah yang dan kondisi lapangan yang masih berpotensi ambles," terang Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulisnya, Kamis (18/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada hari tersebut, upaya pengeboman disinfektan dilakuakn di wilayah Petobo, Kota Palu.
Namun tak hanya pengeboman, personel di darat juga melakukan
fogging atau penyemprotan. Penyemprotan juga dilakukan di halaman rumah sakit yang digunakan untuk pengumpulan jenazah yang berhasil dievakuasi, seperti RS Undata, RS Madani, dan RS Bhayangkara.
"Tindakan ini merupakan upaya untuk membasmi vektor yang dapat mengancam kesehatan lingkungan. Namun untuk solusi jangka panjang, penimbunan wilayah terdampak likuefaksi harus segera dilakukan," imbuh Sutopo.
Banyaknya korban meninggal yang diperkirakan masih tertimbun bangunan maupun tanah mendorong upaya antisipasi ini. Sebelumnya, Sutopo memang menyampaikan sulitnya evakuasi korban di wilayah yang terdampak likuefaksi, dan sejauh ini dilakukan secara manual.
Diperkirakan ribuan unit rumah dan korban meninggal masih tertimbun bangunan di wilayah-wilayah tersebut. Namun operasi evakuasi korban meninggal telah dihentikan tim gabungan pada 12 Oktober 2018 lalu, meskipun tidak tertutup kemungkinan mereka melakukan operasi evakuasi ketika mendapatkan laporan dari warga.
Menurut Data Kogasgabpad per 17 Oktober 2018, pukul 17.00 Wita melansir jumlah korban meninggal dunia 2.103 jiwa, hilang 680, luka-luka 4.612, dan mengungsi 274.195. Pemprov Sulteng telah memperpanjang status tanggap darurat hingga 26 Oktober 2018.
 Perumnas Balaroa amblas pasca-rangkaian gempa di Kecamatan Palu Barat, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Senin (1/10). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Pembangunan Monumen dan Penimbunan TanahSementara itu, terkait rencana pembangunan monumen pemakaman massal di daerah terdampak likuefaksi, Sutopo mengatakan wilayah-wilayah itu akan ditimbun tanah agar padat kembali.
"Selanjutnya, pemerintah setempat akan menutup lokasi tersebut dan tidak boleh lagi ada pembangunan karena akan dibuat sebagai kawasan hijau dan monumen di dua lokasi tersebut," kata Sutopo.
Rencana tersebut, ujar Sutopo juga telah didukung Kepala Pusat Krisis Kementerian Kesehatan, Ahmad Yurianto. Ahmad mengatakan cara terbaik untuk memakamkan jenazah yang belum diketemukan lebih dari sepekan adalah dikubur di tempat mereka tewas.
"Ini adalah bentuk penghormatan terhadap jenazah tersebut, di samping kemungkinan untuk bisa menemukan jenazah dalam keadaan utuh sangat kecil kemungkinannya, penggalian jenazah juga sangat berisiko terhadap penyebaran dan penularan bakteri-bakteri berbahaya bagi kesehatan lingkungan sekitar," ujar Yurianto, Kamis (18/10).
Selain itu, pihak Kemenkes pun meminta dinas-dinas terkait melakukan evaluasi kualitas air tanah secara berkala pula di daerah-daerah terdampak likuefaksi dan sekitarnya.
Likuefaksi adalah fenomena yang terjadi ketika tanah yang jenuh atau agak jenuh kehilangan kekuatan dan kekakuan akibat adanya tegangan, seperti getaran gempa bumi.
Sebelumnya berdasarakan penelitian Badan Geologi pada 2012 silam ditemukan bahwa wilayah Palu merupakan wilayah dengan potensi likuefaksi sangat tinggi. Namun Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengaku bingung mengapa pemda setempat memberikan izin pembangunan pemukiman di daerah rawan gempa tersebut.
(kst/kid)