Jakarta, CNN Indonesia -- Peringatan
Hari Santri Nasional dinilai mampu memberikan efek elektroral kepada pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin untuk
Pilpres 2019.
"Kalau melihat reprentasinya, ya ke kubu Jokowi, karena ada Kiai Ma'ruf Amin di situ. Santri itu identik dengan Kyai kan, kiai yang sekarang maju ya Kiai Ma'aruf Amin. Santri itu identik dengan NU [Nahdlatul Ulama] kan. Kalau dari NU, ya yang satu-satu nya maju yaa Kyai Maaruf Amin, kira-kira begitu. Itu di atas kertas," ujar pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Senin (22/10).
Jika merunut pada konteks kultural, Jokowi-Ma'ruf lebih dekat dengan kelompok santri. Pasalnya, hari santri lahir pada era pemerintahan Jokowi. Sementara, Ma'ruf adalah kiai senior di kalangan Nahdlatul Ulama. Itu terlihat dari posisinya sebagai Ketua Umum nonaktif Majelis Ulama Indonesia dan mantan Rais Aam PB Nahdlatul Ulama. Selain itu, Ma'ruf pun dikenal sebagai pemimpin ponpes An Nawawai Tanara, Serang, Banten.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, di kubu lawan, Sandiaga Uno sudah disematkan sebagai santri post-islamisme bahkan ulama dari sudut keilmuan oleh partai pengusungnya, PKS. Selain itu, pasangan Prabowo-Sandi pun didukung ijtimak ulama II yang diprakarsai Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPG) dan alumni 212 yang salah satu tokohnya adalah pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab.
Senada Adi, pengamat politik dari Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam pun menilai Hari Santri Nasional bisa memberikan dampak elektoral yang positif terhadap Jokowi-Ma'ruf.
"Kekuatan dari pasangan nomor urut 01, dia akan memiliki basis konsolidasi yang cukup kuat dalam konteks mengonversi suara santri dibandingkan Prabowo-Sandiaga Uno," kata Umam, Senin (22/10).
Ia mengatakan kedua kubu sebenarnya memperoleh dukungan santri. Namun, katanya, penempatan Ma'ruf sebagai cawapres nomor urut 01 adalah bentuk dari representasi santri di panggung politik. Oleh karena itu, ia menilai keberpihakan suara santri kepada kubu Jokowi-Ma'ruf Amin akan lebih kuat.
Di sisi lain, Umam menilai terjadi fenomena
split ticket voting di kubu partai pengusung Prabowo-Sandiaga. Itu, setidaknya terlihat dari belum sepahamnya kader di akar rumput partai pengusung Prabowo-Sandi untuk memenangkan jagoan mereka.
Untuk Pilpres 2019, Prabowo-Sandiaga diusung empat partai politik: Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat. Selain Gerindra, kader akar rumput di tiga partai lainnya disebutkan lebih fokus ke memenangi suara Pemilu Legislatif dibandingkan mengampanyekan Prabowo-Sandi untuk Pilpres 2019.
Contohnya, menurut Umam, kubu PAN yang identik dengan Muhammadiyah karena salah satu pendirinya, Amien Rais, merupakan mantan Ketum ormas Islam tersebut. Pekan lalu, Sekjen PAN Eddy Soeparno mengatakan sejumlah calon anggota legislatif partainya di beberapa daerah keberatan mengampanyekan Prabowo-Sandi.
Jika di kubu kader partai sudah begitu, Umam tak menutup kemungkinan hal serupa terjadi di tingkat simpatisan atau massa pendukung partai.
"Berpotensi terjadi
split ticket voting dalam pemilu dan Pilpres 2019. Artinya kekuatan basis massa PAN atau Muhammadiyah itu di level
electoral atau level pileg akan memberikan suara kepada PAN, tapi untuk Pilpres belum tentu mereka akan memberikan vote kepada Prabowo-Sandi," katanya.
 Prabowo Subianto dan Joko Widodo akan kembali bersaing memperebutkan kursi RI-1 dalam ajang Pilpres 2019. (CNN Indonesia/Bimo Wiwoho) |
Kedua paslon itu sendiri sama-sama menggunakan strategi mendekati kelompok santri dengan mendatangi pesantren dan kiai-kiai. Misalnya, hari ini di mana Ma'ruf Amin menyambangi Pesantren Cipasung di Tasikmalaya, Jawa Barat. Sementara pasangan nomor urut 02 Prabowo-Sandi mendatangi Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang, Jawa Timur.
Padahal, di satu sisi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menegaskan tidak boleh ada kegiatan kampanye di lembaga pendidikan termasuk pondok pesantren.
Hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu), Pasal 280 ayat 1 menyebutkan bahwa 'pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang: (h). menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.'
Meski sudah ada larangan tegas, kedua kubu berdalih kunjungan mereka hanya sebagai silaturahmi. Mereka mengklaim tidak ada proses kampanye atau mengajak memilih dalam lawatan-lawatan mereka.
(ain/din)