Jakarta, CNN Indonesia -- Memasuki bulan kedua masa kampanye
Pilpres 2019, kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden semakin banyak bermanuver dengan berbagai taktik guna menjaring suara dan simpati masyarakat pada April 2019 mendatang.
Tak terkecuali
Joko Widodo sebagai petahana. Sempat bergaya tenang pada bulan pertama kampanye, Jokowi mulai 'ikut-ikutan' menanggapi berbagai serangan yang ditujukan padanya.
Mantan Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta itu juga mulai terlihat agresif membalas kampanye blusukan yang dilakukan calon wakil presiden nomor urut 02
Sandiaga Salahuddin Uno dengan mengeluarkan penyataan bantahan harga-harga
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari seluruh pemilu yang pernah diikutinya, baik di tingkat kepala daerah hingga pilpres 2014 lalu, Jokowi kerap menawarkan gaya berpolitik yang santun dan ramah. Bercitra sebagai
wong ndeso, ia sering memilih tak menggubris berbagai 'serangan' yang dilontarkan padanya. Pada 2014 lalu, Jokowi dikenal dengan ujaran dalam bahasa Jawa
'aku ra popo' yang berarti 'saya tidak apa-apa' untuk menanggapi sejumlah serangan.
Kembali berhadapan dengan
Prabowo Subianto di pilpres tahun depan, Jokowi malah makin aktif menangkis serangan lawan politiknya dengan lontaran-lontaran kalimat tak biasa.
Misalnya, secara terang-terangan Jokowi menyerang balik lawannya dengan istilah politisi sontoloyo dan genderuwo. Jokowi uga berkali-kali menegaskan bahwa ia bukan bagian dari
Partai Komunis Indonesia (PKI) dan bukan antek aseng dan asing.
Terkini, kemarin di Bandung, Jokowi menyerang balik pernyataan Prabowo soal '99 persen masyarakat Indonesia hidup pas-pasan'.
 Tak hanya bertahan, gaya menyerang dinilai mulai dipakai Jokowi di Pilpres 2019. (CNN Indonesia/Christie Stefanie) |
Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Arya Budi justru menilai sikap yang ditunjukan Jokowi akhir-akhir ini bisa jadi adalah gambaran rasa tidak aman atau
insecure dari sang petahana.
Jokowi kata dia, dinilai sedang berkaca pada Pillada DKI 2017 lalu. Kala itu Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang juga petahana harus menerima kekalahan karena disangkut-sangkutkan dengan isu yang sebenarnya tak ada hubungannya dengan kinerja dia selama memimpin DKI.
"Padahal saat itu, Ahok didukung banyak Parpol besar," kata Arya kepada
CNNIndonesia.com, Jumat (9/11).
Jokowi meski tampak santai, bisa jadi menurut Arya, dia merasa gerah dengan berbagai terpaan miring yang ditujukan padanya. Sebab jika melihat hasil survei masih banyak masyarakat yang percaya kalau mantan Gubernur DKI itu adalah PKI hingga antek China.
"Makanya dia bisa saja
insecure, itu poin saya," kata Arya.
Meski begitu semua hal terkait Jokowi tak bisa ditarik langsung sebagai kesimpulan. Bagi Arya, Jokowi tetap hobi bermain simbol. Bisa jadi, gaya dia saat ini hanya taktik dan simbol yang sedang dia mainkan.
Namun tentu saja, hal itu tetap bisa berbahaya untuk Jokowi, mengingat jika dibandingkan Prabowo menurut Arya gaya retorika Jokowi tentu masih tertinggal jauh di belakang.
"Tapi tentu mesti hati-hati. Jokowi bisa kalah karena gaya retorika dia tak lebih baik dari Prabowo," katanya.
Sementara itu p
engamat komunikasi politik Universitas Paramadina Hendri Satrio menyarankan sebaiknya gaya komunikasi yang dilakukan petahana Presiden Joko Widodo tidak "menyerang" atau menanggapi serius serangan yang dilontarkan.
Dilansir dari Antara, Hendri menyatakan jika mengacu pada teori fungsi kampanye, seharusnya Jokowi cukup mempromosikan diri atau minimal bertahan dan tidak ikut menyerang.
Hendri menilai, kondisi ini bisa saja terjadi karena tiga hal. Pertama Jokowi terpengaruh pembisiknya sehingga terpancing keluar.
Kedua, kubu Jokowi panik sehingga memaksakan diri keluar karena percaya bahwa pertahanan terbaik adalah menyerang.
"Ketiga, atau memang aslinya gaya komunikasi politik Jokowi yang agresif sehingga memang ingin muncul di permukaan," kata Hendri.
Sementara itu Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin Arya Sinulingga mengatakan Jokowi saat ini sedang menunjukan apa yang sebenarnya terjadi di lapangan memang sesuai data tidak hanya soal omongan dari satu dua orang saja. Misalnya soal harga kebutuhan pokok yang dinilai melambung dan tak stabil.
"Pak Jokowi itu hanya beri contoh satu dua saja. Dia sibuk juga, dia hanya ingin beri tahu masyarakat apa yang sebenarnya di lapangan. Bukan ofensif. Lagian kubu sebelah itu kalau ngomong asal saja kan, nah Pak Jokowi itu sedang meluruskan," katanya.
Jokowi kata Arya, tak ingin masyarakat ditakut-takuti dengan isu kenaikan harga yang kerap kali dilontarkan lawan. Mengenai ungkapan nyeleneh pun sama, kalimat itu disampaikan Jokowi pun hanya sekadar untuk mengingatkan.
"Ya Bapak sedang ingatkan, mari berpolitik itu yang santun, bukan takut-takuti masyarakat dengan isu yang tidak benar. Hanya itu kok," kata dia. (tst/dal)