Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua DPR
Fadli Zon melontarkan kritik terhadap pemerintah terkait dengan
Hari Antikorupsi yang jatuh pada 9 Desember. Di akun twitternya, @fadlizon, dia mengatakan pemberantasan korupsi di Indonesia jalan di tempat. Fadli juga menyebut komitmen pemerintah masih lemah dalam pencegahan korupsi di tubuhnya sendiri.
"Saya menilai upaya pemerintah mendorong pemberantasan korupsi Indonesia jalan di tempat. Bahkan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah mendukung pemberantasan korupsi bisa dikatakan masih artifisial. Tak substantif," kata Fadli dalam akun Twitternya.
Kritik Fadli terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia berdasarkan data indeks persepsi korupsi Transparansi Internasional.
Dari data itu Fadli memaparkan pada 2017 Indonesia menduduki peringkat ke-96 dengan skor 37. Fadli berkata skor tersebut sama dengan skor pada 2016.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ironisnya, selain tak ada peningkatan skor, justru secara peringkat Indonesia turun dari 90 di 2016 menjadi 96 di 2017. Dari sini saja kita bisa melihat kinerja pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi jalan di tempat, bahkan tertinggal," kata dia.
Fadli menyatakan bahwa data tersebut mematahkan euforia terhadap peningkatan jumlah operasi tangkap tangan (OTT). Fadli berkata sejak awal 2018 hingga saat ini tercatat sudah ada 37 jumlah OTT, lebih banyak dibanding tahun 2016 yang hanya 19 OTT.
Menurut Fadli, peningkatan jumlah OTT yang tak dibarengi dengan indeks persepsi korupsi yang membaik menandakan pemberantasan korupsi tak cukup melalui penindakan. Pemberantasan juga membutuhkan komitmen pencegahan dalam berbagai aspek.
Fadli menilai komitmen pemerintah terhadap pencegahan korupsi di tubuhnya sendiri masih lemah.
Hal itu menurutnya tercermin dari kasus korupsi yang melibatkan sejumlah kementerian dan lembaga. Fadli mencontohkan kasus korupsi di Direktorat Pajak, Kejaksaan Agung, Kementerian Perhubungan hingga Kementerian Desa.
"Berdasarkan data BKN 2018, terdapat 2.357 pegawai negeri sipil (PNS) yang terlibat tindak korupsi. Dari jumlah tersebut, 98 PNS tercatat berada di instansi pusat. Kementerian Perhubungan dan Kementerian Agama menjadi dua instansi dengan jumlah PNS yang terlibat korupsi tertinggi," ujar Fadli.
Lebih jauh Fadli juga menyoroti korupsi pada sejumlah proyek infrastruktur yang sedang dijalankan pemerintah. Meminjam catatan ICW pada 2017, Fadli mengatakan ada 241 kasus korupsi dan suap yang terkait pengadaan sektor infrastruktur.
Jumlah itu menjadikan sektor infrastruktur menempati posisi teratas kasus korupsi. Akibatnya, kata Fadli, negara merugi Rp1,5 triliun dengan nilai suap mencapai Rp 34 miliar.
"Saya melihat potensi pelanggaran akan semakin besar. Apalagi jika proyek infrastruktur dipaksakan untuk selesai 2019. Tentunya akan membuka celah untuk bermain-main dengan anggaran negara," kicau Fadli Zon.
Komitmen lemah pemerintah menurutnya tercermin dari berlarut-larutnya pengungkapan kasus penyidik KPK Novel Baswedan. "Presiden di awal-awal kejadian berjanji menuntaskan kasus ini," katanya.
Namun nyatanya, sudah 600 hari tak ada perkembangan nyata kasus penyiraman air keras tersebut. "Bahkan terkesan pemerintah berupaya mengalihkan tanggung jawab dan menghindar," katanya.
Menurutnya kasus Novel yang tak kunjung terungkap itu akan menjadi preseden buruk. Tak hanya bagi upaya pemberantasan korupsi, tapi juga bagi upaya penegakan hukum yang lebih luas.
Fadli mengatakan, Hari Antikorupsi seharusnya jadi momen bagi pemerintah untuk lebih serius terus mendorong agenda pemberantasan korupsi. Tidak hanya bersandar pada model pemadam kebakaran.
Fadli juga berharap pemberantasan korupsi tidak tebang pilih apalagi hanya berdasarkan kepentingan politik jangka pendek.
"Inilah tantangan besar kita sekarang," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu.
(wis/sur)