Jakarta, CNN Indonesia --
BMKG menyatakan sesaat sebelum
tsunami melanda kawasan
Selat Sunda,
Gunung Anak Krakatau memang mengalami erupsi. Erupsi terjadi Sabtu (22/12), sekitar pukul 21.30 WIB.
Kepala Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Tiar Prasetya mengatakan erupsi itu diduga menyebabkan longsoran vulkanik yang menimbulkan tsunami. "Aktivitas Anak Krakatau itu sudah aktif dari Juli dan memang pukul-pukul 21.00 itu ada letupan, tapi tidak besar," ujar Tiar di Kantor BMKG, Jakarta, Minggu (23/12).
Tiar mengaku longsoran vulkanik akibat erupsi Anak Gunung Krakatau memang tidak secara langsung menimbulkan tsunami. Namun, ia berkata hal itu mungkin terjadi karena gelombang di Selat Sunda pada 22-25 Desember 2018 memang dalam kondisi tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tiar mengatakan tsunami yang terjadi di Selat Sunda pada Sabtu (22/12) mirip dengan yang terjadi akibat erupsi Gunung Krakatau pada 1883 lalu. Kala itu, tsunami akibat erupsi Gunung Krakatau menjangkau wilayah Jakarta.
Terkait dengan kecepatan tsunami, Tiar mengatakan jika terjadi di laut dalam bisa mencapai 250 km/jam.
"Makin ke darat, makin dangkal itu sekitar 40 km/jam," ujarnya.
Lebih lanjut, Tiar mengaku BMKG tidak mengeluarkan peringatan sebelum tsunami melanda wilayah Banten dan Lampung. Peringatan tidak diberikan karena tidak ada aktivitas tektonik.
"Memang tidak ada
warning karena secara BMKG tidak ada gempa yang terjadi malam itu," ujar Tiar.
Meski tak menemukan ada aktivitas seismik, Tiar mengaku
tide gauge milik BMKG mencatat ada anomali gelombang air laut di Selat Sunda.
Dugaan sementara, anomali itu merupakan tsunami yang disebabkan oleh longsoran vulkanik Anak Gunung Krakatau yang menyatu dengan gelombang tinggi saat itu.
"Ini baru diduga. Perlu dilakukan penelitian yang mendalam. Apa di situ ada longsoran," ujarnya.
Di sisi lain, Tiar mengatakan
tide gauge BMKG tak mencatat anomali dan seismik pasca tsunami. Meski demikian, ia berkata gelombang tinggi di Selat Sunda masih dalam tingkat peringatan.
Lebih dari itu, ia menyampaikan BMKG akan bekerja sama dengan pihak lain untuk melihat kondisi Anak Krakatau baik dengan sonar maupun visual.
"Apakah benar secara teori apakah longsoran menyebabkan tsunami. Sebab kalau longsor saja tidak besar. Sebab karena sekarang gelombang tinggi terus ada tsunami ini yang paling memungkinkan," ujar Tiar.
(panji/agt)