Jakarta, CNN Indonesia -- Sub Direktorat II Fiskal, Moneter dan Devisa (Subdit II Fismondev) Ditreskrimum
Polda Metro Jaya menangkap pasangan suami istri berinisial LW dan GRH atas kasus pidana
penipuan dan penggelapan bermodus penukaran uang valuta asing (valas).
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono menuturkan modus operandi yang dilakukan oleh pasutri tersebut dengan menawarkan dan menjual valas dengan mata uang kepada para korbannya.
Namun, mata uang yang telah diterima oleh tersangka tidak diberikan kepada para korban. Uang tersebut, justru digunakan pelaku untuk kebutuhan pribadi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Alasannya untuk membayar hutang nasabah sebelumnya, gali lubang tutup lubang," kata Argo di Polda Metro Jaya, Senin (11/2).
Pasutri tersebut, kata Argo, telah memulai aksinya pada September hingga Oktober 2018 lalu. Kemudian pada Februari 2019, mereka ditangkap di sebuah money changer di Tangerang Selatan oleh tim Subdit II Fismondev Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.
Argo menambahkan sampai saat ini setidaknya sudah ada empat orang yang mengaku menjadi korban penipuan pasutri tersebut. Keempat korban diketahui bertransaksi di empat lokasi berbeda, yakni Tangerang Selatan; Glodok, Jakarta Barat; Bukit Barisan Kota Medan, Sumatera Utara; dan Surabaya, Jawa Timur.
Masing-masing korban tersebut diketahui menyetorkan uang dengan nominal bervariasi, antara lain Rp700 juta, Rp2,3 miliar, Rp3,8 miliar, dan Rp5 miliar.
"Hampir 20 miliar (kerugian korban)," ujar Argo.
Dalam kasus tersebut, polisi menyita sejumlah barang bukti berupa aplikasi setoran ke beberapa rekening bank, lembar transkasi ke sejumlah rekening bank, lembar tanda bukti penyetoran ke rekening bank, dan print out percapakan tersangka dengan beberapa korban.
Sementara itu, Kasubdit II Fismondev Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Harun menjelaskan para korban dalam kasus ini rata-rata tergiur keuntungan besar yang ditawarkan oleh pelaku. Selisih keuntungan yang ditawarkan pelaku jauh lebih besar dari bunga yang didapat dari bank.
"Ini yang membuat korban tertarik," ucap Harun.
Ke depannya, Harun mengimbau kepada masyarakat agar tak mudah tergiur dengan keuntungan besar yang ditawarkan pihak tertentu. Ia meminta masyarakat untuk mengecek lebih dulu sebelum akhirnya melakukan transaksi.
"Untuk hal seperti ini dicek dulu ke OJK atau bank atau otoritas keuangan lainnya," katanya.
Atas perbuatannya, pelaku disangkakan dengan Pasal 378 KUHP tentang penipuan dengan ancaman pidana paling lama empat tahun dan Pasal 372 KUHP dengan hukuman penjara paling lama empat tahun.
Selain itu, pelaku juga dikenakan Pasal 49 ayat 1 huruf a dan ayat 2 huruf b UU Nomor 7 tahun 1992 tentang Tindak Pidana Perbankan dengan ancaman pidana paling lama delapan tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar, serta Pasal 3 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang TPPU dengan ancaman pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.
(dis/osc)