ANALISIS

Bau Tambang dan Tema Haram Jokowi-Prabowo di Debat Kedua

CNN Indonesia
Selasa, 19 Feb 2019 08:48 WIB
Relasi politik dan kepentingan bisnis diduga berperan menjadi sekat kedua capres tak bersungguh-sungguh soal lingkungan hidup.
Capres nomor urut 01 Joko Widodo (kiri) berjabat tangan dengan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto (kanan) disaksikan Ketua KPU Arief Budiman (tengah) saat debat capres 2019 putaran kedua di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2). (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Jakarta, CNN Indonesia -- Lingkungan Hidup menjadi salah satu tema yang diangkat pada debat calon presiden kedua, Minggu (17/2) malam. Tema itu berdampingan dengan sejumlah tema lainnya seperti Energi, Pangan, Infrastruktur, dan Sumber Daya Alam.

Terkait tema lingkungan hidup, calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo alias Jokowi menyampaikan prestasinya soal penurunan kebakaran hutan dan reklamasi lubang bekas tambang. Terkait bekas lubang tambang, Jokowi menyebut lokasi itu telah dijadikan tempat wisata.

Sementara itu penantangnya, calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyampaikan soal rencananya memisahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjadi dua kementerian terpisah. Niatnya, Prabowo ingin agar pengawasan lingkungan lebih terfokus.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Aktivis Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Melky Nahar menilai, baik Jokowi maupun Prabowo tidak membahas secara rinci terkait isu lingkungan hidup. Hal itu, kata Melky, karena keduanya dinilai tidak memahami duduk perkara atas persoalan kerusakan lingkungan, terutama terkait tambang.

Salah satunya adalah terkait pernyataan Jokowi yang menjadikan lubang bekas tambang menjadi objek pariwisata.

"Padahal, yang mendesak dan penting adalah bagaimana supaya rehabilitasi lubang tambang itu dijalankan, ada penegakan hukum yang tegas dan transparan, juga ada pemulihan," ujarnya saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (18/2).


Sementara itu, menurut Peneliti Hukum Auriga Syahrul Fitra terdapat banyak faktor isu lingkungan hidup yang tidak banyak dibahas di debat kedua. Pertama, kurangnya pemahaman kedua kandidat terkait isu lingkungan hidup.

"Banyak kemungkinan pertama bisa jadi mereka enggak menguasai persoalan yang dibahas semalam. Kedua bisa jadi sengaja menghindari," ucap Syahrul.

Padahal, menurut dia, baik Prabowo dan Jokowi bisa sangat banyak saling serang terkait isu-isu lingkungan. Misalnya ketika Jokowi mengklaim sudah menghukum 11 perusahaan yang merusak lingkungan. Terkait isu itu, Prabowo seharusnya bisa mencecar Jokowi dengan menanyakan bentuk tindakan riil yang dilakukan.

Sebab diketahui, ke-11 perusahaan yang divonis merusak lingkungan itu tak kunjung dieksekusi. Padahal sudah jelas putusan hakim bahwa ke-11 perusahaan itu merusak lingkungan.

"Itu kan menjadi masalah kemudian yang agak hindari dan sayang sekali Prabowo tidak membahas itu," katanya.

Tabir Politik dan Zona Haram Lingkungan Hidup di Debat CapresJokowi dan Prabowo. (CNN Indonesia/Hesti Rika)



Selain itu, ia juga menduga kuat bahwa isu lingkungan tidak secara rinci dibahas di debat saat itu lantaran ada konflik kepentingan. Menurut dia, keduanya tidak terlepas dari kepentingan pengusaha-pengusaha yang bersinggungan dengan isu lingkungan.

Berdasarkan data JATAM, di belakang Jokowi terdapat sejumlah pengusaha yang bergerak di bidang tambang dan energi. Di antaranya adalah  Luhut Binsar Pandjaitan dan Fachrul Razi. 

Fachrul Razi tercatat memegang posisi Presiden Komisaris di PT Central Proteina Prima dan Komisaris Utama PT Aneka Tambang (Antam) (Persero). Fachrul yang juga merupakan Komisaris PT Toba Bara Sejahtera, bahkan memiliki saham di PT Antam yang menambang pulau-pulau kecil di atas.

Luhut juga diketahui sebagai pemegang saham di PT Toba Bara Sejahtera. Diketahui, tiga anak perusahaan Toba Bara Group diduga meninggalkan 36 lubang tambang di Kalimantan Timur. Baik Fachrul maupun Luhut memiliki latar belakang militer.

Tabir Politik dan Zona Haram Lingkungan Hidup di Debat CapresIlustrasi bekas lubang tambang. (CNN Indonesia/Safir Makki)

Sementara itu, Prabowo dan pasangannya, Sandiaga Uno adalah pengusaha yang bergerak di bidang tambang. Prabowo sendiri tercatat sebagai pemilik Nusantara Energy Resources. Perusahaan ini diketahui menaungi 17 anak perusahaan yang bergerak di berbagai bidang, seperti kehutanan, kertas dan bubur kertas, kelapa sawit, tambang batu bara, dan perusahaan jasa.

Catatan JATAM, Nusantara Energy Resources juga diduga terlibat dalam perebutan lahan konsesi tambang batu bara dengan Churchill Mining dan Ridlatama di Kutai Timur. Dalam catatan JATAM semua itu terjadi atas relasi politik dan bisnis antara Bupati Kutai Timur saat itu Isran Noor dan Prabowo Subianto.

Sementara itu, Sandiaga adalah pemegang saham di PT Adaro Energy. Perusahaan itu diketahui bergerak di bidang tambang dan energi. Berdasarkan data JATAM, kehadiran perusahaan ini diduga menggusur Desa Lamida Atas di Kecamatan Paringin dan Desa Wonorejo di Kecamatan Juai pada tahun 2003.

"Masih banyak kasus yang belum ditindaklanjuti jadi konflik kepentingan itu satu hal bisa jadi ada konflik kepentingan mengapa kemudian persoalan tema lingkungan tidak terlalu didiskusikan mereka lebih banyak ngomongin pangan dan infrastruktur," ujar Syahrul.


Hal senada diungkapkan oleh Melky, menurutnya kedua kubu tidak berani membahas soal isu lingkungan hidup karena mereka adalah pemain di sana. Menurut dia akan sulit apabila keduanya ingin mempreteli satu per satu isu-isu terkait penindakan atas kerusakan lingkungan hidup.

"Persis. Kedua capres tak mungkin bicara segamblang yang kita harapkan, sebab ini menyangkut kepentingan bisnis para elite politik di lingkaran paslon masing-masing," kata Melky.

Syahrul menilai nasib sektor lingkungan hidup akan terus sama siapa pun presiden yang terpilih. Sebab, Prabowo maupun Jokowi tidak menunjukkan keseriusan dalam menangani isu-isu lingkungan hidup.

"Kalau gitu-gitu aja justru semakin buruk, kalau masih begini aja masih untung kalau semakin buruk makin ngeri. Misal soal pencegahan perusakan lingkungan itu tidak dimasifkan pemerintah berarti kemungkinan terjadi kebakaran, kalau pencegahan tidak digalakkan, persoalan pemulihan tidak jadi perhatian serius dan bahkan incumbent sendiri pemulihan lingkungan enggak maksimal," kata Syahrul.


[Gambas:Video CNN] (sah/ain)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER