Jakarta, CNN Indonesia -- Tersangka kasus penyebaran berita bohong atau hoaks
tujuh kontainer surat suara tercoblos di Jakarta Utara, Bagus Bawana Putra (BBP) sempat berpose salam dua jari sebelum menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (4/4).
"Siap [menjalani sidang]," ujarnya dengan pose jari.
BBP menegaskan bahwa dirinya tidak menginisiasikan penyebaran hoaks tersebut. Ia kemudian mengklaim pemilik suara pada rekaman yang beredar terkait tujuh kontainer kotak suara adalah seorang petinggi lembaga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun BBP tidak mau merinci sosok petinggi lembaga yang ia tuding sudah menjebaknya.
"[Rekaman itu] suara seseorang petinggi lembaga bla, bla,bla [enggan menyebutkan] yang saya sudah kenal lama yang memang sengaja menjebak saya," ujar dia.
BBP yang sebelumnya mengaku sebagai Ketua Umum Dewan Koalisi Relawan Nasional (Kornas) Prabowo Presiden itu disebut berperan melakukan perekaman suara yang meyakinkan adanya tujuh kontainer surat suara pemilu 2019 yang telah tercoblos. Ia juga mengunggahnya ke media sosial.
BBP kemudian menjelaskan dirinya sebelumnya dihubungi seorang terkait informasi 7 kontainer surat suara tersebut. Namun ia mengaku tidak percaya dan meminta bukti lebih lanjut.
Kemudian, lanjut dia, seseorang itu mengirimkan gambar yang berisi aparat yang sedang melakukan penjagaan. Seseorang itu kemudian mengirimkan
voice note yang meyakinkan kebenaran informasi tersebut. BBP lantas membagi isi rekaman suara itu melalui akun twitter miliknya.
"Tweet saya juga gini, 'tolong ayo sama-sama dicek katanya di Tanjung Priok ada 7 kontainer surat suara yang sudah dicoblos salah satu paslon'. Saya tidak ngomong menyebutkan nama. Tolong sama sama dicek ini hoaks atau tidak," jelasnya.
BBP ditangkap di Sragen, Jawa Tengah pada 7 Januari. Ia disebut merekam dan mengunggah suara itu ke sejumlah akun dan grup percakapan di media sosial seperti Twitter dan WhatsApp.
Pihak kepolisian mengatakan BPP secara sengaja melakukan hal tersebut dan mencoba menghilangkan barang bukti. Ia diketahui menonaktifkan akun media sosial dan membuang telepon seluler dan kartunya.
Atas dasar itu, BPP dijerat dengan Pasal 14 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
[Gambas:Video CNN] (ani/dal)