Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) menyebutkan ada istilah 'DP Teknis' untuk bayaran di dalam kasus suap pengadaan proyek yang menjerat
Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip (SWM).
KPK menduga Sri meminta dicarikan proyek kepada tersangka pengusaha Benhur Lalenoh (BNL) dan meminta
fee sebesar 10 persen dari setiap proyek.
"Tim KPK mendapatkan informasi adanya pemintaan
fee 10 persen dari Bupati melalui BNL sebagai orang kepercayaan Bupati kepada kontraktor untuk mendapatkan proyek pekerjaan di Kabupaten Talaud," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di kantornya, Jakarta, Selasa (30/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Benhur kemudian bersedia mencari kontraktor guna mengerjakan proyek dan memenuhi permintaan Sri Wahyumi. Proyek itu kemudian ditawarkan kepada pengusaha Bernard Hanafi Kalalo (BHK).
"Sebagai bagian dari
fee 10 persen tersebut, BNL meminta BHK memberikan barang-barang mewah kepada SWM Bupati Talaud," tutur Basaria.
BNR lalu mengajak BHK berkenalan dengan Bupati Talaud pada pertengahan April untuk pertama kalinya. BHK pun diminta ikut ke Jakarta untuk mengikuti kegiatan SWM.
Basaria lalu memaparkan BNL meminta BHK untuk menyerahkan bagian
fee 10 persen yang dipatok SWM di setiap proyek tersebut dalam bentuk barang mewah.
Basaria mengatakan barang dan uang yang diberikan diduga terkait dengan dua proyek revitalisasi pasar di Kabupaten Kepulauan Talaud yakni, Pasar Lirung dan Pasar Beo.
"Diduga terdapat proyek-proyek lain yang dibicarakan oleh BNL yang merupakan orang kepercayaan Bupati. Kode
fee dalam perkara ini yang digunakan adalah 'DP Teknis'," ujarnya.
KPK sebelumnya menetapkan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip sebagai salah satu tersangka kasus suap terkait pengadaan barang dan jasa di wilayahnya.
Selain Sri, komisi antirasuah juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka kasus yang sama. Mereka adalah pengusaha BNL, serta pengusaha BHK.
Pasal yang disangkakan terhadap pihak yang diduga menerima suap, SWM dan BNL, adalah pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, lanjut Basaria, pihak pemberi suap BHK dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor.
(sah/end)