Jakarta, CNN Indonesia -- Faris Lazuardi, salah satu peserta peringatan
Hari Buruh Internasional (
May Day) di Bandung, mengaku tak tahu asal massa berpakaian serba hitam, Rabu (1/5). Faris sendiri menjadi korban salah tangkap polisi yang berupaya mengamankan
massa berbaju hitam saat Hari Buruh di Bandung.
Aksi massa berbaju hitam menjadi perhatian nasional di tengah peringatan
May Day di Indonesia. Massa yang menggunakan identitas busana serba hitam dan menggunakan penutup kepala atau balaclava yang juga berwarna hitam itu melakukan aksi vandalisme dan rusuh di tengah aksi
May Day setidaknya di Bandung, Surabaya, dan Jakarta.
Di Bandung, kata Faris, kelompok berpakaian hitam itu muncul mendadak di tempat berkumpulnya aliansi buruh yang sedang melakukan aksi di pusat pemerintahan ibu kota Provinsi Jawa Barat tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Faris menceritakan Gerakan Rakyat Antikapitalis yang terdiri dari aliansi buruh itu awalnya berkumpul di Monumen Perjuangan, Kota Bandung untuk peringatan
May Day.
Pakaian yang mereka sepakati untuk dikenakan bersama adalah berwarna merah. Meski begitu, kata dia, di lapangan ada beberapa yang memakai pakaian berwarna hitam atau putih.
 Peringatan Hari Buruh 2019. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
Aksi berjalan lancar. Mereka terus berjalan dan berorasi melewati kampus Universitas Padjajaran, kampus Unikom Bandung, Dago, hingga akhirnya beristirahat di RS Borromeus. Di tempat terakhir itu pula, Faris dan rombongannya menunggu massa serikat buruh lain untuk bergabung dan kembali melancarkan aksi.
Pada saat itulah Faris melihat gerombolan massa berpakaian serba hitam muncul dari belakang rombongan.
"Ketika itu tiba-tiba ada massa menggunakan pakaian hitam dari belakang dan itu sudah diteriaki oleh polisi dengan mobil Raissa," kata Faris saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Kamis (2/5).
Faris ingat polisi yang datang di lokasi mengejar massa sambil berteriak 'pecundang' sehingga massa yang sudah di lokasi sebelumnya pun merasa gerah.
Tak hanya itu, karena dituduh sebagai koordinator massa, Faris pun ditangkap oleh polisi. Bukan hanya ditangkap, aku Faris, dirinya pun mendapat pukulan dan tendangan ke tubuhnya.
Ia baru dibebaskan dari kantor polisi sekitar pukul 16.00 WIB setelah tak terbukti sebagai provokator.
"Sampai sekarang kita enggak tahu berasal dari aliansi dan individu mana saja enggak ada. Kita juga sudah cek beberapa kali massa aksi tidak membawa
pilok, maupun senjata tajam. Cuma amat disayangkan, di depan mata saya sendiri ada puluhan massa aksi hitam-hitam ditelanjangi dan dipukul di depan publik padahal mereka belum terbukti salah atau tidak untuk tindakan vandalisme dan merusuh," ujar Faris.
 Jurnalis Foto Laporkan Dugaan Penganiayaan Saat Demo Buruh Bandung. (CNN Indonesia/Huyogo) |
Bukan hanya massa lain, wartawan peliput pun menjadi sasaran polisi yang berupaya mengamankan massa baju hitam di Bandung. Dua jurnalis foto yakni Iqbal Kusumadireza dan Prima Mulia mendapatan penganiayaan oleh polisi saat sedang merekam peristiwa mengamankan massa baju hitam tersebut.
Pada Kamis (2/5), dua jurnalis itu didampingi im Advokasi Jurnalis Indonesia (TAJI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Bandung melaporkan kekerasan yang dialami mereka ke Propam Polrestabes Bandung.
"Jadi kita ini kita laporan dulu. Kalau ada bukti tambahan akan kita sampaikan. Untuk salah satu yang mengalami kekerasan (Rezza) sudah kita lampirkan pemeriksaan rumah sakit. Visum kalau dibutuhkan kita tunggu saja," kata Juru Bicara TAJI, Moh Abdul Muit Pelu.
 Peringatan Hari Buruh di Surabaya diwarnai kericuhan massa berbaju hitam. (CNN Indonesia/Farid Miftah) |
Sebelumya Kapolri Jenderal Tito Karnavian menuding kelompok berpakaian hitam atau yang ia sebut kelompok anarcho syndicalism. Polisi, kata dia, pun melakukan penyelidikan keterkaitan kelompok baju hitam di Bandung dengan kota-kota lain pada saat
May Day tersebut.
"Aksi May Day seluruh Indonesia relatif aman, tapi ada satu kelompok yang namanya Anarcho Syndicalism," kata Tito di Mabes Polri, Kamis (2/5).
Kelompok tersebut, kata Tito, identik dengan aksi vandalisme dengan simbol huruf A. Kelompok itu, lanjutnya, bukanlah fenomena lokal melainkan fenomena internasional yang sudah berkembang di luar negeri.
Tito menyebut kelompok anarcho syndicalism itu ada di sejumlah negara, antara lain Rusia, Eropa, Amerika Selatan, serta Asia.
Di Indonesia, sambung Tito, diperkirakan baru berkembang beberapa tahun terakhir. Tahun lalu, kelompok itu disebut muncul di Jogja dan Bandung.
"Sekarang juga ada di Surabaya, ada di Jakarta, dan mereka sayangnya melakukan aksi kekerasan,
vandalism, coret-coret simbol A, ada yang merusak pagar," ujar Tito.
[Gambas:Video CNN] (bin/kid)