Jakarta, CNN Indonesia -- Koalisi Masyarakat Sipil menilai gugatan mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kas Kostrad) Mayjen TNI (Purn)
Kivlan Zen kepada Menko Polhukam
Wiranto perihal pembentukan Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa atau
Pam Swakarsa pada 1998, semakin memperkuat bukti pelanggaran HAM berat.
Ketua Presidium Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) Sumarsih menilai pernyataan Kivlan bisa menjadi pintu masuk bagi Pemerintah untuk menindaklanjuti berkas penyelidikan Komnas HAM.
Penyelidikan yang dimaksud ialah penyelidikan pro justicia Komnas HAM tahun 2002-2003 yang menemukan dugaan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II. Nama Wiranto dan Kivlan termasuk dalam pihak yang harus bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut kami, pernyataan Kivlan Zen ini bukan ilusi. Ini berdasarkan fakta dan kenyataan, berdasarkan kebenaran," imbuh Sumarsih di Kantor KontraS, Kwitang, Kamis (15/8).
Sumarsih mengatakan pelaku pelanggaran HAM berat pada Tragedi Semanggi I bukanlah lembaga negara, melainkan personal. Menurut dia, dalam memutuskan suatu kebijakan, melekat kepada jabatan individu bukan lembaga negara.
"Jadi, dalam pelanggaran HAM berat ini kemudian muncul orang yang terduga di Semanggi I adalah Wiranto dan Kivlan Zen," ujarnya.
Oleh karena itu, Sumarsih menuntut Presiden Joko Widodo memerintahkan Jaksa Agung M. Prasetyo segera melakukan langkah penyidikan dan penuntutan peristiwa pelanggaran HAM berat yang selama ini mandek.
Selain itu, dia pun mendesak agar Keputusan Presiden mengenai pembentukan pengadilan HAM Ad Hoc segera dikeluarkan.
 Ketua Presidium Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) Sumarsih. (CNN Indonesia/Christie Stefanie) |
Di lokasi yang sama, Deputi Koordinator KontraS Feri Kusuma menambahkan gugatan Kivlan Zen terkait alokasi anggaran Rp8 miliar untuk pembiayaan Pam Swakarsa membuat peristiwa tersebut harus diproses hukum di Pengadilan HAM Ad Hoc.
Penyelesaian tersebut, menurutnya, juga sebagai wujud komitmen Jokowi dalam janji Nawacita untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu secara berkeadilan dan menghapus impunitas.
"Karena mengingat negara kita negara hukum, maka wujud dari negara hukum harus diwujudkan dalam bentuk bagaimana peristiwa demi peristiwa yang terjadi itu diselesaikan dengan proses hukum di Pengadilan HAM Ad Hoc," tuturnya.
Sebelumnya, Kivlan Zen menggugat Wiranto membayar ganti rugi Rp1 triliun. Jumlah itu dihitung dari gugatan materil senilai Rp16 miliar yang terdiri dari Rp8 miliar untuk menanggung biaya Pam Swakarsa dengan menjual rumah, mobil, dan mencari pinjaman. Serta Rp8 miliar lain sebagai penyewaan rumah.
Sementara gugatan imateriel terdiri dari tuntutan ganti rugi senilai Rp100 miliar atas rasa menanggung malu karena terlilit hutang, Rp100 miliar karena tidak mendapatkan jabatan yang dijanjikan, dan mempertaruhkan nyawa dalam Pam Swakarsa senilai Rp500 miliar.
Dalam petitum gugatan, Kivlan juga memperkarakan soal dia dipenjara sejak 30 Mei 2019 dengan nilai gugatan Rp100 miliar. Kemudian mengalami sakit dan tekanan batin sejak bulan November 1998 sampai sekarang senilai Rp184 miliar.
[Gambas:Video CNN] (ryn/pmg)