Jakarta, CNN Indonesia -- Asrama
Mahasiswa Papua, di Kalasan, Kota
Surabaya, Jawa Timur digeruduk ratusan massa yang berasal dari sejumlah organisasi masyarakat (ormas) pada Jumat (16/8) siang.
Berdasarkan pantauan
CNNIndonesia.com di lokasi, dari ratusan massa yang memadati depan asrama mahasiswa itu, ada yang mengenakan atribut ormas Front Pembela Islam (FPI) dan Pemuda Pancasila (PP). Namun, sebagian besar dari mereka mengenakan pakaian bebas.
Sekelompok orang dari massa tersebut menyanyikan lagu bernada kebencian dengan lantang yang ditujukan bagi penghuni asrama mahasiswa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu perwakilan massa, Muhammad, mengaku datang bersama ratusan orang setelah melihat foto tiang bendera merah putih yang telah dipatahkan oleh mahasiswa Papua. Foto itu sendiri, kata Muhammad sudah beredar di grup-grup media sosial.
"Di satu grup (
WhatsApp) bendera merah putih dipatah-patahkan dan dibuang di selokan, ini kelihatan kan tiang-tiangnya, saya lihat di grup Aliansi Pecinta NKRI," kata Muhammad, saat ditemui di lokasi.
Usai melihat foto tersebut, kata Muhammad, massa langsung bergegas menuju Asrama Mahasiswa Papua sekitar pukul 14.00 WIB. Namun setibanya di depan asrama, mereka mendapati bendera tersebut telah kembali terpasang.
Kendati demikian, Muhammad seolah tidak puas.
"Pantaskah bendera kita dibuang di selokan," tuturnya.
Sementara itu, juru bicara mahasiswa Papua Dorlince Iyowau mengatakan kejadian itu bermula ketika sejumlah aparat keamanan dan Satpol PP diduga mendatangi asrama pukul 15.20 WIB. Mereka merusak pagar asrama.
"Pukul 15.20 tentara masuk depan asrama, kemudian susul lagi Pol PP, lalu rusaki semua pagar. Mereka maki kami dengan kata-kata rasis," kata Dorlince saat dihubungi melalui sambungan telepon.
Tak lama setelah itu, lanjut Dorlince, sekelompok ormas datang dan melempari batu hingga mengakibatkan kaca asrama pecah.
"Mereka sedang dobrak-dobrak pintu depan dan belakang asrama Papua. Kami terkurung di aula. Sampai saat ini ormas, tentara, dan Pol PP belum masuk. Masih di luar pagar," katanya.
Hingga kini, sejumlah ratusan ormas dan anggota kepolisian terus memadati depan asrama Papua. Sementara Jalan Kalasan ditutup dan disterilkan dari arus kendaraan.
CNNIndonesia.com sudah menghubungi Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Pol Frans Barung, namun belum ada respons dari yang bersangkutan.
 Penggerebekan warga beratribut FPI. (Foto:CNN Indonesia) |
Aksi Massa di TernateTerpisah, sekelompok massa Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) diduga mendapat perlakuan represif dari aparat kepolisian dan TNI saat hendak melakukan aksi di Kota Ternate, Maluku Utara, pada Kamis (15/8) kemarin.
Juru bicara FRI-WP Malut, Arbi M Nur mengatakan, peristiwa itu berawal ketika massa dari FRI-WP akan melakukan aksinya di depan Pasar Barito, Kota Ternate. Tiba-tiba muncul sejumlah aparat kepolisian dengan seragam dan berpakaian bebas serta TNI yang membubarkan paksa.
"Itu kemarin sekitar pukul 16.30 WIT kami dibubarkan paksa. Ada tindakan kekerasan yang dilakukan, semua dipukul di seluruh bagian tubuh," ujar Arbi saat dihubungi, Jumat (16/8).
Bahkan, lanjut Arbi, salah satu peserta aksi hampir pingsan karena dipukul oleh aparat. Ia mengaku sempat meminta pada aparat agar membuka ruang bagi massa untuk membubarkan diri namun permintaan itu diabaikan.
"Kami bilang ke mereka akan bubar dan minta diberi ruang untuk jalan. Tapi kami dipukulin sampai kami diangkut ke polres pakai mobil pikap," tuturnya.
Arbi mengklaim sebelumnya telah menyampaikan surat pemberitahuan pada polisi terkait aksi massa yang akan dilakukan. Namun permintaan itu ditolak tanpa alasan yang jelas.
Arbi mengatakan, aksi itu awalnya hanya untuk memperingati perjanjian antara Belanda dengan Indonesia dalam Republik Indonesia Serikat (RIS). Menurutnya, perjanjian itu membicarakan masa depan West Papua namun tak sedikit pun melibatkan warga Papua.
"Kami ingin agar RIS bertanggung jawab atas penjajahan itu," ucapnya.
Aksi serupa juga dilakukan di sejumlah wilayah di Indonesia, di antaranya Jakarta, Surabaya, Semarang, Salatiga, dan Yogyakarta. "Hanya di Yogyakarta saja yang tidak dibubarkan," katanya.
---
Catatan redaksi: Berita diubah pada Senin (19/8) untuk menghapus isi lagu berisikan ujaran kebencian yang dinyanyikan sekelompok massa. (psp/frd/bmw)