Jakarta, CNN Indonesia -- Wacana pemindahan
ibu kota negara tak perlu diikuti dengan pemindahan lembaga tinggi kehakiman seperti
Mahkamah Agung dan
Mahkamah Konstitusi. Alih-alih memboyongnya ke Kalimantan Timur, lembaga kehakiman justru diusulkan untuk ditempatkan di lokasi tersendiri.
"Saya rasa semua sistem politik dan pemerintahan apapun di dunia ini semua berurusan dengan pola relasi eksekutif dengan legislatif. Tapi dari semua sistem politik yang beda di dunia, ada yang sama yakni menempatkan cabang kekuasaan kehakiman secara tersendiri," kata Jimly saat menyampaikan sambutan di perayaan HUT ke-16 MK di Jakarta, Rabu (28/8).
Jimly melanjutkan, lokasi dan kerja penggawa lembaga tinggi pemegang kekuasaan kehakiman idealnya harus jauh dari dinamika kekuasaan politik dan ekonomi. Kondisi tersebut justru berlawanan dengan yang terjadi di Indonesia kini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"
Nah, kita di Indonesia ini semua di Jakarta. Dinamika politik, pasar bebas ekonomi, pasar bebas politik semua ada di Jakarta. Maka iblis kekuasaan dan iblis kekayaan semua
ngumpul di Jakarta," tutur Jimly yang tahun ini terpilih sebagai anggota DPD DKI Jakarta.
Jimly setuju jika ibu kota negara Indonesia dipindahkan. Hanya saja, dia berharap agar lembaga kehakiman ditempatkan di lokasi yang berbeda. "Cuma kalau bisa memilih, saya memilih di Jogja," katanya.
Gagasan itu ia sampaikan bertolok pada pola negara lain yang juga menempatkan cabang kekuasaan kehakiman di wilayah khusus.
"Biar jauh dari dinamika kekuasaan politik. Biarlah ibu kota politik dipindah, tapi ibu kota hukum dan keadilan di tempat yang lain," sambung dia lagi.
Beberapa negara, kata Jimly, telah menerapkan pola serupa. Amerika Serikat, misalnya, yang menempatkan pusat-pusat kegiatan mulai dari ekonomi, politik, hingga kebudayaannya tersebar di pelbagai kota.
Kendati begitu, Jimly mengingatkan, pemindahan ibu kota beserta perangkatnya merupakan hal yang perlu dipertimbangkan secara serius dan matang. Di bidang hukum dan peradilan sendiri, misalnya, pemerintah harus memastikan terlebih dulu kualitas dan integritas sumber daya manusianya.
"Ini sesuatu yang sangat serius. Maka sebelum ibu kota pindah, kita harus membangun pagar moral intelektual. Supaya bujuk rayu kekuasaan dan kekayaan tidak memengaruhi cara kerja hakim kita. Salah satu caranya dengan membangun atmosfer akademis, membangun atmosfer intelektual," tutup Jimly.
Pada Senin (26/8), Presiden Joko Widodo mengumumkan pemindahan ibu kota dari DKI Jakarta menjadi ke Kota Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Selain karena alasan geografis di tengah Kepulauan Indonesia, Jokowi menganggap kedua daerah tersebut minim risiko bencana. Mantan Wali Kota Solo ini juga menyebut beban Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan bisnis sudah terlampau berat.
Namun begitu, pelbagai pihak masih mempertanyakan rencana besar Jokowi tersebut karena dinilai perlu konsep dan pertimbangan yang matang mulai dari segi regulasi, faktor ekonomi, hingga sosial.
[Gambas:Video CNN] (fra/asr)