Pemerintah Kini Hanya Bisa Berharap Hujan Padamkan Karhutla

CNN Indonesia
Senin, 16 Sep 2019 18:34 WIB
Kementerian-LHK mengatakan saat ini masih berupaya memodifikasi cuaca dengan beberapa kementerian dan lembaga terkait di Pekanbaru.
Ilustrasi kebakaran hutan dan lahan di Riau(ANTARA FOTO/Rony Muharrman)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan bahwa hujan adalah harapan satu-satunya untuk menghentikan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di berbagai wilayah. Jika hujan turun, maka kabut asap akibat karhutla juga bisa berkurang.

Kepala Biro Humas KLHK Djati Witjaksono mengatakan bahwa pemerintah masih berupaya untuk memodifikasi cuaca.

"Sedang diupayakan oleh kementerian terkait sehingga bisa. Kita dukung yang memang harapannya adalah turun hujan satu-satunya untuk bisa meniadakan asap karhutla," kata Djati di kantor Kemen-KLHK, Jakarta, Senin (16/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu faktor karhutla terjadi pada tahun ini, lanjutnya, sama dengan seperti tahun lalu, yakni musim kemarau yang panjang.

Djati mengatakan bahwa fenomena El Nino tahun ini sebenarnya tergolong lebih lemah. Akan tetapi, cenderung lebih panjang.

Fenomena El Nino sendiri adalah memanasnya suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah hingga timur.

"Saat ini Bu Menteri (Siti Nurbaya) sedang koordinasi di Pekanbaru dengan teman-teman BNPB dan nanti sore dengan Presiden," kata dia.
Tidak menutup kemungkinan pemerintah bakal menetapkan status bencana nasional. Djati mengatakan itu dapat dilakukan jika karhutla semakin memburuk dan meluas.

Sejauh ini, karhutla terjadi di 6 provinsi yakni Riau, Kalimantan Barat, Sumatra Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Jambi yang menyandang status siaga terhadap karhutla.

"Bisa saja (jadi status bencana nasional) tapi kan tergantung dari pada perkembangan di lapangan kan. Dari 6 yang sudah menetapkan itu sekarang sudah berjalan, sudah mulai hujan juga," kata Djati.

"Kita lihat lagi di beberapa daerah yang rawan kemarin yang bergeser dari Sumatera sudah mengarah ke Kalimantan, Kalimantan juga tergantung arah angin," lanjutnya.
Kabut asap akibat karhutla di Riau sangat pekatKabut asap akibat karhutla di Riau sangat pekat (ANTARA FOTO/Rony Muharrman)
Polri Kesulitan Air di Riau

Terpisah, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan bahwa penanganan karhutla terkendala sumber air yang cukup jauh dari lokasi. Itu mempengaruhi progres penanganan karhutla.

"Kendalanya adalah air, karena lokasi cukup jauh dari air," kata Dedi di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (16/9).

Kondisi kekurangan air dipicu oleh musim kemarau El Nino yang terjadi. Walhasil, lokasi-lokasi karhutla menjadi kering.

"Di mana tingkat kadar air di tempat-tempat hutan itu sudah sangat langka dan kering, apalagi di gambut. Khususnya itu memang di Sumatera dan Riau. Kemudian di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat, Selatan juga," jelas dia.
Hal itu diperparah dengan lokasi Riau yang merupakan pusat perputaran angin. Perputaran angin ini, kata Dedi, membuat asap berkumpul di Riau dan terjadi penumpukan asap di daerah tersebut.

"Riau itu ada di pusaran angin dari Sumatera Selatan, Jambi, kemudian mau masuk ke Selat Malaka itu putaran anginnya pasti di Riau," ujar dia.

"Jadi di situ semuanya asap itu mengumpulnya di Riau dan mutar. Sehingga terjadi perlambatan, penumpukan di situ," lanjut Dedi.

Dedi lalu mengatakan bahwa pihaknya bersama petugas gabungan sudah melakukan hujan buatan dan water bombing di sejumlah titik karhutla. Setidaknya 40 hingga 60 kali sorti sejak beberapa hari terakhir.

Dedi mengklaim titik api sudah jauh berkurang dari hari pertama polri melakukan pemantauan di lapangan. Pada Jumat lalu, (13/9) Dedi menyebut ada sekitar 600 lebih titik api yang tersebar di Riau.

"Kemarin pada saat kunjungan di hari minggu itu sudah turun dari 400 sampai 350 titik api. Memang kebakarannya kecil cuman jumlahnya yang memang cukup banyak itu," tutup dia.
Soal penegakan hukum atas kasus karhutla, Dedi mengatakan jumlah pihak yang ditetapkan tersangka cenderung fluktuatif. Pada 2015 ada 281 tersangka dan 3 korporasi, tahun 2016 ada 277 tersangka dan 2 korporasi, tahun 2017 ada 27 tersangka dan tahun 2018 ada 66 tersangka.

Dedi menilai karhutla bukan hanya soal penegakan hukum. Bahkan, menurutnya itu adalah upaya terakhir.

Dedi menganggap pencegahan jauh lebih penting. Karenanya, dia mengimbau masyarakat agar mengutamakan pencegahan Masyarakat, menurutnya, juga harus mendapatkan informasi dalam melakukan revitalisasi lahan dengan cara yang benar.

"Penegakan hukum kan adalah upaya terakhir. Yang lebih diutamakan yaitu upaya pencegahan. Merubah budaya dari masyarakat sudah terbiasa pembersihan lahan dengan cara membakar harus diubah dengan cara ramah lingkungan," tutup dia.
[Gambas:Video CNN] (ani/ctr/bmw)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER