Data dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) memaparkan hanya sekali jumlah kehadiran anggota dewan dalam Rapat Paripurna DPR RI mencapai angka 100 persen. Hal itu terjadi pada pelantikan anggota DPR RI periode 2014-2019 pada 1 Oktober 2014.
Setelah itu, jumlah kehadiran anggota dewan dalam Rapat Paripurna DPR RI terus merosot.
Rata-rata kehadiran anggota dewan pada 2014 hingga 2015 yang memiliki empat masa sidang berada di atas angka 70 persen. Meski begitu, grafik dari masa sidang pertama hingga keempat mengalami naik dan turun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada masa sidang pertama periode 2014-2015, rata-rata jumlah anggota dewan yang hadir dalam Rapat Paripurna DPR berada di angka 76,74 persen. Rata-rata itu meningkat di masa sidang ke dua ke angka 82,13 persen.
Namun, di masa sidang ketiga rata-rata kehadiran anggota dewan di Rapat Paripurna turun ke angka 70,98 persen, kemudian kembali turun di masa sidang keempat ke angka 70,92 persen.
Demokrat menjadi fraksi yang anggotanya rajin menghadiri Rapat Paripurna di periode 2014-2015 dengan rata-rata 79,48 persen. Sedangkan fraksi yang anggotanya jarang hadir adalah PDIP. Rata-rata kehadiran fraksi berlambang banteng itu di Rapat Paripurna hanya sebesar 70 persen.
Memasuki periode 2015-2016, rata-rata kehadiran anggota dewan di Rapat Paripurna mengalami penurunan drastis hingga kisaran angka 40 hingga 50 persen.
Dari enam Rapat Paripurna, Partai Hanura menduduki peringkat teratas dengan rata-rata kehadiran sebesar 56,25 persen. Posisi buncit diduduki oleh Fraksi NasDem dengan rata-rata kehadiran hanya 38,42 persen.
Di periode selanjutnya, rata-rata kehadiran anggota dewan tidak mengalami perubahan signifikan alias masih di kisaran angka 40 hingga 50 persen.
Pada periode 2016-2017 itu, Hanura kembali menjadi fraksi yang anggotanya paling rajin menghadiri Rapat Paripurna DPR, dengan rata-rata 50,76 persen.
Sementara fraksi yang anggotanya paling sedikit menghadiri Rapat Paripurna di periode 2016-2017 ialah PKB dengan rata-rata 33,71 persen.
Periode berikutnya, kehadiran anggota dewan di Rapat Paripurna DPR melorot ke kisaran angka 35,89 persen.
Golkar menduduki peringkat pertama di periode 2017-2018, rata-rata kehadiran anggotanya di angka 41,76 persen. Sementara posisi buncit diduduki oleh PPP yang kehadiran anggotanya hanya sebesar 30,77 persen.
Sedangkan rata-rata kehadiran anggota dewan di Rapat Paripurna periode 2018-2019, berada di kisaran angka 50 persen. Rapat Paripurna yang berlangsung 16 Agustus 2016 menjadi yang tertinggi dengan dihadiri oleh 532 anggota atau sekitar 95 persen.
Namun, angka-angka kehadiran itu kerap berbeda jauh dengan fakta di lapangan. Contohnya dalam Rapat Paripurna pengesahan revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (17/9).
Dalam pernyataan yang disampaikan pimpinan Rapat Paripurna dinyatakan bahwa jumlah anggota dewan yang hadir adalah 289 dari 560 orang. Namun, berdasarkan hitungan manual hingga pukul 11.25 WIB diketahui hanya ada 80 anggota dewan yang hadir dalam ruang Rapat Paripurna.
Peneliti Formappi Lucius Karus menyatakan tingkat kehadiran yang buruk selama periode 2014-2019 dalam Rapat Paripurna berbanding lurus dengan hasil kinerja DPR dalam melaksanakan tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) yaitu anggaran, legislasi, dan pengawasan.
Di bidang legislasi, misalnya, catatan Formappi per 26 September, DPR periode 2014-2019 hanya mampu mengesahkan 35 RUU dari total 189 daftar RUU yang masuk prolegnas. Jumlah itu sama dengan lima RUU per tahun.
Lucius menambahkan DPR seharusnya memanfaatkan rapat paripurna sebagai panggung untuk menyuarakan aspirasi masyarakat dari daerah pemilihannya.
"Seharusnya rapat paripurna sangat penting kalau anggota DPR mau memperjuangkan aspirasi daerah untuk disampaikan di tengah umum di ruang rapat paripurna," kata Lucius saat ditemui
CNNIndonesia.com di kantornya beberapa waktu lalu.
Menurutnya, fungsi kontrol untuk memastikan anggota dewan menghadiri setiap rapat paripurna tidak berjalan. MKD yang diharapkan menegakkan etika anggota dewan yang sering bolos rapat paripurna, malah menjadi lembaga yang berfungsi sebagai pelindung tabiat buruk anggota dewan.
"Saya kira semuanya mendukung kemalasan anggota DPR itu," ujarnya.
Selain itu, kata Lucius, kesibukan anggota dewan mengikuti Pemilu 2019 menjadi penyebab angka kehadiran anggota dewan di sepanjang 2018 hingga 2019 mengalami penurunan tajam.
Menurutnya, sepanjang 2018 hingga 2019 jumlah kehadiran anggota dalam Rapat Paripurna tak pernah lebih dari angka 100 orang.
"Dari 2018 sampai 2019 buruk kondisinya, apalagi di 2019. Dari laporannya tidak pernah dihadiri lebih dari 100 anggota secara fisik. Kesibukan pemilu jadi alasan karena hampir sebagian besar anggota sekarang memang mencalonkan diri kembali," ucapnya.
Sekjen DPR BantahSekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar membantah anggota dewan bisa memperbaiki atau mengisi absen kehadiran setelah rapat paripurna berlangsung. Menurutnya, absensi kehadiran langsung ditutup setelah pimpinan menutup rapat paripurna.
"Absen di fraksi [bisa] tapi kalau terkait rapat paripurna setelah ditutup, ketuk palu, mengikat, ya itu hasil absennya sudah
close. Jadi tidak ada yang datang untuk absen saja," ucap Indra saat ditemui di ruang kerjanya.
Indra mengakui bahwa rapat paripurna merupakan forum tertinggi di DPR untuk mengambil keputusan. Namun, menurutnya, kondisi rapat paripurna yang sering diselenggarakan secara tiba-tiba membuat sejumlah anggota dewan kesulitan untuk menghadirinya.
Dia beralasan, mayoritas kegiatan anggota dewan berlangsung di dapil masing-masing, sementara Setjen DPR tidak menanggung biaya keberangkatan anggota dewan dari dapil ke Jakarta untuk mengikuti rapat paripurna.
"Kalau seperti sekarang ini banyak komisi, panja (panitia kerja), atau pansus (panitia khusus) yang melaporkan ke pimpinan sudah selesai, kami putuskan malamnya, rapat pimpinan di pagi hari dan langsung rapat badan musyawarah, lalu siangnya paripurna," ujarnya.
"Nah, kondisinya anggota itu kadang ada di dapil atau tempat lain, kalau mereka harus ke Jakarta tentu harus ada tiket pesawat dan itu kami tidak menanggung itu," ucap dia lagi.
 Akhir Desember tahun lalu, DPR menyetujui 50 RUU masuk dalam Prolegnas Prioritas 2018 (Antara/Akbar Nugroho Gumay) |
Tingkat kehadiran yang minim atau di bawah kuorum kerap mengundang pertanyaan ihwal keabsahan produk undang-undang yang disahkan paripurna DPR.
Indra menepis kemungkinan produk undang-undang tidak absah karena disahkan di bawah kuorum. Dia menjelaskan aturan kuorum dalam rapat paripurna adalah setengah plus 1. Dengan jumlah anggota mencapai 560 orang, makasyarat kuorum adalah kehadiran 281 anggota dalam rapat paripurna.
Menurutnya, rapat paripurna selalu kuorum. Sebab rapat selalu menunggu apabila jumlah belum memenuhi kuorum. Berdasarkan dalih itu pula dia menyebut banyak rapat paripurna berjalan molor dari waktu semestinya.
Lebih jauh, Indra menyebut ada aturan DPR mencegah anggota dewan bolos. Bagi yang tidak hadir paripurna tiga kali berturut-turut, akan mendapat panggilan dari MKD dengan risiko menerima sanksi. Adapun bagi mereka yang hadir, berhak mendapatkan uang pengganti transportasi yang nominalnya sekitar ratusan ribu rupiah.
"Selama ini untuk yang tiga kali berturut-turut jarang, biasanya dua kali terus hadir tapi itu risiko sistem kita karena anggota ini harus banyak di konstituen. Menurut saya aneh kalau anggota DPR nongkrong di kantor," ujarnya.
CNNIndonesia.com menghubungi Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad untuk mengonfirmasi jumlah anggota dewan yang pernah bermasalah dengan absensi kehadiran di rapat paripurna. Politikus Partai Gerindra itu menolak dengan alasan tengah banyak tugas dan kesibukan.
"Saya yang enggak siap, lagi banyak kerjaan ini di luar," ucap Dasco lewat pesan singkat.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyatakan bahwa kinerja anggota DPR tidak bisa dilihat dari absensi atau kehadiran di rapat paripurna saja.
Dia bilang anggota dewan juga memiliki tugas dan pekerjaan di luar gedung DPR seperti melakukan kunjungan ke daerah. Politikus PKS itu menambahkan bahwa menilai kinerja anggota DPR dari jumlah kehadiran di rapat paripurna merupakan hal yang tidak komprehensif.
"Problemnya, kalau kita tidak menghitung kehadiran dia di paripurna, atau menghitung kehadiran dia di paripurna, tapi tidak menghitung kehadiran dia di daerah pemilihannya, kasihan juga. Padahal, dia melaksanakan tugas untuk bertemu dengan konstituen, misalnya. Dan itu juga bagian dari tugas," ujar Fahri.
Fahri menambahkan rapat paripurna hanya dilakukan untuk mengambil persetujuan atas sebuah kesepakatan yang sebelumnya sudah dibahas di tingkat lebih rendah seperti komisi, panja, atau pansus.
"Lagi pula sebenarnya lembaga paripurna ini juga sering mengatakan itu orang datang cuma untuk dua hal (yaitu) setuju atau tidak setuju. Orang yang tidak hadir pada dasarnya dia sudah punya sikap," ucap Fahri.
(wis)