Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Komisi II
DPR RI, Yaqut Cholil Quomas menyebut pihaknya mendukung langkah pemerintah untuk melakukan pembukaan moratorium terbatas untuk mengakomodasi terbentuknya provinsi baru di
Papua yang akan dinamakan provinsi Papua Selatan.
Menurutnya, wilayah tersebut sudah memiliki kriteria sangat mendesak. Wacana pemekaran, kata dia, sesuai dengan kebutuhan Papua saat ini.
"Ya, Papua Selatan itu misalnya, ya itu dulu. Kita pilih-pilih lah. Tergantung kebutuhan," kata Yaqut saat ditemui di Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Yaqut menilai moratorium pemekaran daerah tak seharusnya dibuka seluruhnya. Ia menjelaskan sudah ada sekitar 300 daerah yang mengajukan pemekaran ke pemerintah.
Yaqut memandang bila 300 usulan pemekaran itu diakomodasi, pastinya akan merepotkan pemerintah.
"Secara serta merta, itu akan sungguh merepotkan aja. Sosial, politik, apalagi penganggarannya," kata dia.
Melihat hal itu, ia berpendapat bila pemerintah dan DPR perlu membuat batasan daerah mana saja yang dianggap mampu untuk dimekarkan.
Oleh karena itu, Ia mengatakan Komisi II akan sesegera mungkin memanggil Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam waktu dekat untuk melakukan konsultasi terkait hal tersebut.
"Nanti kita akan undang pemerintah untuk bicara ini. Moratorium terbatas itu apa yg membatasi. Karena kalau dibuka bebas saya kira merepotkan itu nanti, pasti merepotkan," kata dia.
[Gambas:Video CNN]Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian memastikan satu dari dua provinsi baru di Papua akan dinamai Papua Selatan. Hal itu ia sampaikan usai berkunjung ke Papua mendampingi Presiden Joko Widodo akhir pekan lalu.
Tito mengatakan dirinya sudah bertemu Bupati Merauke Frederikus Gebze saat berkunjung ke Papua untuk membahas mengenai pemekaran baru untuk Papua Selatan.
"Pemerintah pusat kemungkinan mengakomodir hanya penambahan dua provinsi. Ini yang lagi kita jajaki, yang jelas Papua Selatan sudah okelah," kata Tito saat ditemui di Kantor Kemendagri, Jakarta, Selasa (29/10).
(rzr/ain)