Jakarta, CNN Indonesia -- Penanganan kasus penyiraman air keras terhadap
Novel Baswedan tak kunjung menemui titik terang. Polri belum mengungkap hasil investigasi meski waktu sudah memasuki tenggat pengusutan awal Desember sebagaimana diinstruksikan Presiden
Joko Widodo.
Kapolri Jenderal
Idham Azis memilih bungkam saat wartawan menanyakan perkembangan kasus Novel.
Idham mengunci mulutnya dan buru-buru meninggalkan wartawan usai menghadiri 'Presidential Lecture', Internalisasi dan Pembumian Pancasila, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (3/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menko Polhukam Mahfud MD selaku pejabat tertinggi yang mengurusi persoalan hukum di Indonesia pun enggan berkomentar soal perkembangan kasus Novel. Dia mengatakan tak pernah ikut campur dengan penanganan kasus tersebut.
"Itu Polri yang menangani. Saya tidak pernah ikut menangani," ujar Mahfud di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Rabu (4/12).
Mahfud membenarkan Polri tetap melakukan koordinasi dengan Kemenkopolhukam dalam menangani kasus tersebut. Namun dia menekankan koordinasi tersebut di luar dari ranah proses penyelidikan atau penyidikan.
"Jadi tidak tahu, tanya ke Polri biar tidak berapa pintu gitu," ujarnya.
 Menko Polhukam tak bisa berbicara banyak mengenai kasus Novel Baswedan. (CNN Indonesia/Hesti Rika) |
Tim kuasa hukum Novel Baswedan kini menagih Komnas HAM untuk melanjutkan pemantauan proses penyidikan kasus penyiraman air keras yang nyaris membutakan mata.
Komnas HAM diketahui pernah membentuk tim pemantauan. Salah satu hasilnya, meminta kepolisian membentuk tim teknis untuk mengusut kasus ini. Tim gabungan kemudian dibentuk oleh kepolisian untuk terjun menginvestigasi kasus tersebut.
Anggota kuasa hukum Novel, Muhammad Isnur mempertanyakan peran Komnas HAM dalam memonitor efektivitas kerja tim itu. Terlebih menurutnya, tim bentukan Tito Karnavian--yang saat itu menjabat Kapolri--itu tak bekerja optimal dan justru cenderung menyalahkan Novel sebagai korban.
"Bagaimana Komnas HAM menanggapi TGPF ini, dan karena waktu [tim pemantau] sudah habis maka bagaimana ke depan bekerja [memantau] agar kepolisian kembali serius," kata Isnur di hadapan dua komisioner Komnas HAM yang juga bagian dari tim pemantau kasus Novel.
 Lebih dari dua tahun berlalu kasus Novel tak kunjung terungkap. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
Isnur khawatir, berlarutnya proses pengungkapan itu kian memburuk jika menilik kini penyidikan bakal diserahkan ke Wakabareskrim Antam Novambar.
"Kemudian kemarin kami baca di berita, katanya ditugaskan [oleh Kapolri Idham Aziz] ke Wakabareskrim Pak Antam Novambar. Novel sendiri ketika disebut nama itu, itu malah makin pesimis. Makin tidak punya harapan," tambah Isnur.
Dia pun melanjutkan, dalam laporan hasil temuan tim pemantau, nama Antam Novambar beberapa kali disebut ada dalam bagian proses penyidikan.
Sedangkan hasil pemantauan tim Komnas HAM yang diumumkan Desember tahun lalu itu menemukan bahwa penyidikan kepolisian tidak menerapkan asas cepat, sederhana dan biaya ringan. Selain itu juga ditemukan indikasi penyalahgunaan proses atau abuse of process yang mengakibatkan lambannya pengungkapan.
Komisioner Komnas HAM menjanjikan bakal membahas langkah tindak lanjut pada rapat Paripurna pada Januari 2020 mendatang. Komisioner Komnas HAM Sandrayati Moniaga dan Chairul Anam beralasan tak bisa langsung memutuskan tindakan konkret.
Terlebih juga karena tugas tim pemantauan telah selesai.
 Tim gabungan kasus Novel bentukan Tito Karnavian tak memberikan hasil memuaskan. (CNNIndonesia/Gloria Safira Taylor) |
"Kami akan mempelajari dan membahas dengan komisioner yang lain, karena tim sebenarnya sudah selesai saat kami menyelesaikan laporan. Tapi dengan perkembangan yang ada kami akan membahas bagaimana kami akan menindaklanjuti," terang Sandrayati yang saat itu diberi mandat menjadi ketua tim pemantauan.
"Kami melihat perkembangan yang ada ini sangat mengecewakan, bahwa kita tahu persoalan ini rumit tapi sistem hukum kita sedang diuji, begitu sulitkah kita mengungkap kejahatan yang dialami warga--siapapun itu," sambung dia lagi.
Senada, Komisioner Komnas HAM Chairul Anam pun menyadari bahwa kerja tim gabungan bentukan polisi tak cukup cergas. Tapi secara kelembagaan, pilihan langkah, baik berupa pembentukan tim baru untuk memantau pelaksanaan rekomendasi ataupun koordinasi dengan masing-masing instansi harus dibicarakan dalam paripurna.
"Memang semakin lama proses ini atau delaying process itu juga termasuk pelanggaran HAM. Jadi proses yang tidak kelar-kelar, itu termasuk temuan kami. Tapi ternyata sampai saat ini juga tidak cepat," tutur Anam lagi.
Sementara terkait gagasan membuka hasil pemantauan Komnas HAM ke publik, Anam menyerahkan ke masing-masing lembaga. Pasalnya salinan berkas hasil pemantauan itu juga diserahkan ke KPK, Kepolisian dan Presiden termasuk ke Novel Baswedan.
"Tapi kalau pertanyaan itu ke kami [Komnas HAM], ya kami akan kembalikan ke paripurna dulu," kata dia.
[Gambas:Video CNN]"Nah ketika pihak yang lain ingin mempublikasikan, itu di luar tanggung jawab Komnas HAM. Itu bagian dari hak atas informasi yang kami berikan. Dan itu kewajiban untuk memfollow-up rekomendasi itu," lanjut dia.
Asalkan, Anam memberi catatan, pihak yang hendak mempublikasikan harus terlebih dulu mengukur dampaknya ke proses pengungkapan perkara.
"Ini kan lagi on going process maka harus dihitung bagaimana dampak publikasi--oleh siapapun termasuk oleh lembaga negara--apakah itu menghambat ataukah tidak pengungkapan kasus ini. Jika itu menghambat, ada baiknya tidak dipublikasi. Artinya biar kasus ini menemukan jalan terangnya," pungkas Anam.
(nrk/jps/gil)