PT GKP Klarifikasi Kriminalisasi Warga Wawonii soal Tambang

CNN Indonesia
Kamis, 05 Des 2019 06:45 WIB
PT Gema Kreasi Perdana (GKP) menanggapi tudingan kriminalisasi terhadap 27 warga Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara, yang menolak pertambangan.
Kelompok masyarakat sipil mendesak polisi untuk menghentikan kriminalisasi dan proses hukum 27 warga Wawonii, Sulawesi Tenggara. (CNN Indonesia/ Fandi)
Kendari, CNN Indonesia -- Direktur Operasional PT Gema Kreasi Perdana (GKP) Bambang Murtiyoso menanggapi tudingan kriminalisasi terhadap 27 warga Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Sulawesi Tenggara. Bambang menyebut hadirnya investasi tambang di pulau kecil itu sesuai dengan nawacita Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Investasi ini salah satu nawacita Pak Jokowi. Terakhir, Pak Jokowi pidato di Sentul [mengatakan] bahwa investasi harus dibimbing, diatur dan diberikan kemudahan, jangan dicubit dan jangan dipersulit," kata Bambang saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (3/12).

Selain itu, lanjut Bambang, Kapolri Jenderal Idham Azis juga telah mengirim pesan telegram kepada seluruh Kapolda di Indonesia untuk mendukung investasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami sedih kenapa sering ada hujatan orang tidak bertanggung jawab terhadap investasi ini," katanya.


Ia menjelaskan Harita Group membeli PT GKP pada 2017 lalu. Seluruh prasyarat legalitas sudah clear and clean (CnC) baik dari Kementerian ESDM maupun Kementerian Perhubungan.

"Izin yang menyertai, seperti Amdal, UKL UPL dan tersus (terminal khusus) sudah lengkap. Artinya, apa yang diragukan lagi? Kalau kita mau buka-bukaan juga boleh, makanya jangan asal menuding," ujarnya.

Sebelumnya, luas izin usaha pertambangan (IUP) PT GKP 950 hektare. Namun diperbaharui pada Maret 2016 menjadi 850 hektare.

"Karena ada hutan lindung, makanya dikurangi. Dari 850 hektare itu, seluas 707 hektare ada IPPKH [izin pinjam pakai kawasan hutan] dari Kementerian Kehutanan," katanya.

[Gambas:Video CNN]

Ia membantah keberadaan PT GKP bertentangan dengan Undang-Undang Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Anak perusahaan PT Harita Group itu telah mengantongi IPPKH dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup seluas 707 hektare.

"Itu keliru, kami menambang di darat bukan di laut. Tata ruang Kabupaten Konkep sampai saat ini belum ada sejak berdrii. Izin IUP masih mengacu tata ruang Konawe induk," ucapnya.


Selain mengacu tata ruang Kabupaten Konawe induk, kata Bambang, keberadaan PT GKP di Pulau Wawonii mengacu pada tata ruang provinsi dan tata ruang nasional yang membolehkan pertambangan mineral beroperasi.

"Konkep masuk mineral logam. Tata ruang Provinsi Sultra bahwa seluruh wilayah kabupaten/kota masuk wilayah pertambangan kecuali Wakatobi," katanya.

GKP Sebut Tambang di Pulau Wawonii Sesuai Nawacita JokowiPuluhan mahasiswa yang tergabung dalam Perhimpunan Mahasiswa dan Masyarakat Wawonii menggelar demonstrasi di Mapolda Sultra, Senin (2/12). (CNN Indonesia/ Fandi)
Dalam Pasal K UU Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, kata Bambang, kegiatan pertambangan tetap diatur sejauh mana dalam kegiatannya tidak merusak lingkungan setempat.

"Kita menambang saja belum kita baru bangun sarana dan prasarana, apa yang kita rusak di situ. Harita ini menambang good mining practice, dan tata kelola air yang baik. Kita ingin buktikan dulu, jangan langsung diklaim," ujarnya.

Ia juga membantah dituduh melakukan pelanggaran pembangunan terminal khusus (tersus) PT GKP di Desa Sukarela Jaya Kecamatan Wawonii Tenggara. Menurutnya, pembangunan tersus sudah mendapatkan rekomendasi Penjabat Gubernur Sultra Teguh Setyabudi pada 2018 lalu dan izin dari Dirjen Hubungan Laut Kementerian Perhubungan.

"Saya sudah bertemu bagian Gakum KKP di Kendari. Saya sudah jelaskan ada rekomendasi gubernur, termasuk ada rekomendasi pembangunan lokasi dari Dirjen Hubungan Laut. Lengkap semua. Kalau tidak lengkap izin kita sudah dicabut kemarin," tuturnya.


Ia mengklaim warga yang menolak kehadiran tambang hanya segelintir orang saja yang memiliki kepentingan politik.

Terhadap 27 warga yang dilaporkan ke Polda Sultra, pihak GKP menyebut hal itu sebagai hak perusahaan atas pelanggaran yang dilakukan warga. Sebanyak 21 warga dilaporkan karena menyandera karyawan PT GKP, tiga orang warga lainnya dilapor karena menghalangi investasi tambang dan tiga orang lainnya atas dugaan penganiayaan.

Menurut Bambang, penggusuran lahan milik warga bukan sebagai pelanggaran hukum. Sebab, PT GKP hanya melaksanakan hak yang diberikan untuk membangun jalan hauling dari lokasi IUP ke dermaga tersusnya.

Ia malah balik menganggap keberadaan warga yang berkebun di hutan negara juga menjadi masalah hukum meskipun membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) sejak 30 tahun lalu.

"Itu hutan negara, kenapa bisa berkebun di sana. Makanya, kita laporkan supaya mediasi dari Polda Sultra, supaya polisi memanggil mereka. Tidak ada niat memenjarakan warga itu," katanya.

Sebelumnya, kehadiran PT GKP di Pulau Wawonii memuai penolakan dari warga setempat. Masyarakat menganggap kehadiran tambang di pulau itu bisa mengancam lingkungan mereka.

Setidaknya, ada 27 warga yang dilaporkan oleh PT GKP karena menolak pertambangan dan dugaan pelanggaran hukum. Sebaliknya juga, warga telah melaporkan PT GKP ke polisi atas dugaan perusakan tanaman.
[Gambas:Video CNN] (pnd/pmg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER