Jakarta, CNN Indonesia -- Pengadilan Negeri (PN) Kota
Surabaya mengabulkan gugatan Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) yang menggugat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (
KLHK), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (
PUPR) serta
Gubernur Jawa Timur. Ketiga lembaga itu terbukti lalai sehingga membuat ikan mati massal.
"Mengabulkan tuntutan penggugat untuk sebagian, menyatakan bahwa para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum," kata Hakim Anne Rusiana, di PN Surabaya, Rabu (18/12).
Saat membacakan amar putusan, Hakim Anne Rusiana menilai KLHK, Kementerian PUPR dan Gubernur Jatim lalai dalam mengelola dan mengawasi ekosistem Sungai Brantas dalam beberapa tahun terakhir. Kelalaian itu menjadi pemicu ikan di Sungai Brantas mati massal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hakim juga mengabulkan sebagian poin petitum yang diajukan oleh Ecoton. Salah satunya yakni hakim memerintahkan para tergugat untuk meminta maaf kepada masyarakat Jatim di 15 kabupaten/kota yang dilalui Sungai Brantas.
"Memerintahkan para tergugat untuk meminta maaf kepada masyarakat di 15 Kota/ Kabupaten yang di lalui Sungai Brantas atas lalainya pengelolaan dan pengawasan yang menimbulkan ikan mati massal di setiap tahunnya," kata Hakim.
Kemudian, hakim memerintahkan para tergugat untuk memasukkan program pemulihan kualitas air Sungai Brantas dalam APBN 2020, mendatang. Pengawasan juga harus diperkuat.
"Memerintahkan para tergugat untuk melakukan pemasangan CCTV di setiap
outlet wilayah DAS Brantas untuk meningkatkan fungsi pengawasan para pembuang limbah cair," kata hakim
Hakim lalu memerintahkan para tergugat untuk melakukan pemeriksaan independen terhadap seluruh Dinas Lingkungan Hidup di Provinsi Jawa Timur. Baik DLH provinsi maupun DLH kabupaten/kota.
Pemeriksaan independen perlu melibatkan unsur masyarakat, akademisi, konsultan lingkungan hidup dan LSM di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
Kemudian, hakim memerintahkan para tergugat mengeluarkan peringatan terhadap industri khususnya yang berada di wilayah daerah aliran sungai Brantas. Sanksi tegas juga perlu diberlakukan.
"Memerintahkan para tergugat melakukan tindakan hukum berupa sanksi administrasi bagi industri yang melanggar atau membuang limbah cair yang melebihi baku mutu berdasarkan PP 82 Tahun 2001," kata dia.
Hakim juga memerintahkan para tergugat untuk memasang Real Time alat pemantau kualitas air di setiap outlet pembuangan limbah cair di sepanjang Sungai Brantas. Tujuannya agar memudahkan pemerintah untuk mengawasi dan memantau industri.
[Gambas:Video CNN]Selain itu, hakim memerintahkan para tergugat untuk melakukan kampanye dan edukasi masyarakat wilayah sungai Brantas. Untuk tidak mengkonsumsi ikan yang mati karena limbah industri.
Hakim juga menolak eksepsi para tergugat. Menurutnya hakim, alat bukti yang diajukan para tergugat dalam eksepsi tergolong normatif. Hanya berupa arsip tanpa ada tindakan konkret untuk menangani ikan mati massal di Sungai Brantas.
Direktur Eksekutif Ecoton, Prigi Arisandi selaku penggugat mengapresiasi putusan majelis hakim PN Surabaya yang mengabulkan gugatannya.
Prigi mengatakan persidangan gugatan ini memakan waktu yang panjang yakni sejak 2018 lalu. Saat itu jabatan Gubernur Jawa Timur masih dipegang oleh Soekarwo. Kini, Khofifah Indar Parawansa yang mengisi jabatan tersebut.
"Akhirnya gugatan yang diajukan ECOTON dengan nomor perkara nomor 08/Pdt.G/2019/PN.Sby dikabulkan oleh majelis pemeriksa perkara Pengadilan Negeri Surabaya. Proses persidangan yang dilalui kurang lebih 1 tahun sejak gugatan didaftarkan pada Januari 2019 sampai hari ini membuahkan hasil telak dan memuaskan," katanya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur Diah Susilowati belum mau bicara banyak untuk menanggapi putusan tersebut. Dia mengatakan pihaknya bakal meneliti terlebih dahulu putusan PN Kota Surabaya.
"Langkah-langkah yang akan dilakukan 14 hari ke depan sejak pembacaan putusan, akan menyusun kembali eksepsi berkoordinasi dengan biro hukum. Pemerintah masih diminta kelengkapan data SOP dari KLHK. Ya biro hukum akan melengkapi kekurangan data," kata Diah, saat dikonfirmasi
(frd/bmw)