Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nadiem Makarim menganggap kritik-kritik terhadap kebijakan kementeriannya sebagai salah satu indikator dirinya telah menjalankan tugas.
Menurut Nadiem, Indonesia membutuhkan perubahan di semua bidang. Dan jika tidak ada resistensi terhadap suatu kebijakan, artinya kebijakan itu tidak memberikan perubahan yang besar.
"Kalau dari sisi pemerintahan, kalau enggak ada resistensi itu artinya Anda tidak melakukan tugas Anda," kata Nadiem di Hotel Kempinski, Bundaran HI, Jakarta Pusat, Kamis (30/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nadiem menuturkan sejak menjadi bos Go-jek, ia bisa mengenali dua tipe resistensi. Yakni yang produktif dan tidak produktif.
Resisten produktif yang dimaksud adalah kritik yang membangun kesadaran pemerintah terhadap kebijakan yang dibuat.
"Contoh pada Kampus Merdeka, banyak yang bilang mahasiswa enggak mampu butuh biaya transportasi untuk magang. Nah, itu yang kita enggak terlalu terpikirkan, tapi kita langsung melek," katanya.
Sedangkan perkara resistensi yang tidak produktif, menurut Nadiem, adalah kritik yang hanya menunjukkan risiko sebuah kebijakan tanpa memberikan solusi.
"Nyinyir tapi bawaannya lebih emosi biasanya berdasarkan fakta karena tidak nyaman dengan perubahan," ujar Nadiem.
Lebih dari itu, Nadiem menyindir orang-orang yang mengatakan pendidikan jangan jadi bahan eksperimen.
Orang-orang tersebut, menurut Nadiem, bersandar pada asumsi bahwa pendidikan di indonesia sudah baik. Dengan asumsi itu perubahan hanya bakal mengganggu jalannya pendidikan.
Nadiem tak setuju dengan itu. Sebab, menurut dia, eksperimen justru dibutuhkan dalam pendidikan untuk menciptakan inovasi.
"Ini adalah asumsi yang luar biasa bahaya bagi yang masih mengira lumayan. Setelah saya datang ke banyak tempat itu tidak benar," tambah Nadiem.
(fey/wis)